Fenomena Impulsive Buying Menjelang Lebaran Idul Fitri Tiba: Demi Gengsi Apapun Dibeli

Jumat 07 Mei 2021, 15:09 WIB
Kerumunan pengunjung Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. (ist)

Kerumunan pengunjung Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. (ist)

“Jadi langsung berbondong-bondong melakukan belanja secara serempak bahkan mengabaikan protokol kesehatan karena nafsu belanjanya tinggi,” ucap Bhima. 

Faktor lain yang menurut Bhima menimbulkan femonena impulsive buying di tengah pandemi terutama kala menjelang Lebaran yaitu karena mudik tahun ini dilarang, maka dana yang sudah ada untuk mudik dialihkan untuk membeli pakaian baru atau untuk makan-makan di restoran. 

Selain itu, gengsi menjadi faktor berikutnya yang membikin seseorang belanja besar-besaran jelang Lebaran.

Namun yang unik, menurut Bhima, biasanya orang belanja pakaian baru untuk dibawa ke kampung halaman, oleh karena mudik tahun ini dilarang, akhirnya ada perubahan.

Kini condong beli baju baru untuk pamer di media sosial. 

“Yang aneh di Indonesia ini harusnya belanja baju Lebaran itu untuk pulang kampung, silaturahmi, nah ternyata fenomena  tahun ini dilarang (mudik) tapi ternyata juga mau beli baju baru untuk pamer di media sosial,” ujarnya.

“Jadi ada perubahan tren gengsi atau pamer tadi, dari silaturahmi fisik menjadi pamer di media social. Ini berpengaruh juga tuh karena ingin terlihat tampil sukses, tampil masih punya uang, nah gengsi yang tidak pada tempatnya ini sebenarnya berbahaya bagi mereka yang sebenarnya pendapatannya pas-pasan tapi ingin terlihat seperti orang kaya, akhirnya ini enggak sesuai dengan realita,” imbuhnya. 

Dampak yang dirasakan ketika membeli sesuatu secara impulsif, lanjut Bhima, orang tersebut bisa saja terjerat utang.

Hanya demi gengsi agar terlihat mampu, kaya, dan memiliki uang yang banyak meski di tengah pandemi, orang tersebut utang sana-sini dan abai terhadap kondisi finansialnya. 

“Misalnya nanti bisa terjebak ke lintah darat, terjebak rentenir harus terpaksa (utang) demi gaya, demi modis biar dilihat sama tetangga atau lingkungan, dianggap punya uang saat kondisi represi, tapi akhirnya terpaksa ngutang sana ngutang sini yang rugi konsumen juga, masyarakat juga,” jelasnya. (cr02)

Berita Terkait

News Update