Kebahagiaan yang Hakiki (Hadis tentang Thuubaa) 

Kamis 06 Mei 2021, 08:00 WIB
Marullah Matali

Marullah Matali

3. Orang yang sibuk dengan aibnya sendiri. 

Selalu introspeksi diri merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan, agar bisa memperbaiki kekurangan atau kesalahan. 

Kholifah Umar bin khottob pernah menyatakan : Haasibuu anfusakum qobla antuhaasabuu “Hitung-hitunglah dirimu sebelum nanti kamu di hitung (pada hari kiamat).”

Sikap seperti ini yang membuat kita bahagia. Dalam hadis, Rosulullah saw bersabda: 
Thuubaa liman syagholahuu ‘aibuhuu ‘an ‘uyuubin naasi. “Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aib sendiri daripada menyibukkan diri terhadap aib orang lain.” (HR. Dailami) 

Dalam kehidupan ini, terkadang kita mendapati lebih sibuk dengan aib orang lain, daripada aib diri sendiri. 

4. Orang yang tawadhu’. 

Tawadhu’ artinya rendah hati, tanpa merasa hina dan tanpa rendah diri. Lawannya tinggi hati, sombong atau takabbur. Orang tawadhu’ adalah orang yang tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, meskipun ia punya kelebihan dibanding orang lain. 

Manakala orang tawadhu’ dalam hidupnya, maka ia akan dimasukkkan ke dalam surga, dan ini kebahagiaan terbesar yang akan didapatkan. 

Allah berfirman: Tilkad daarul aakhirotu naj’aluhaa lilladziina laa yuriiduuna ‘uluwwan fil ardhi walaa fasaadaa. Wal ‘aaqibatu lil muttaqiin

“Negeri akhirat itu kami jadikan bagi orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Qoshosh: 83) 

Oleh karena itu tawadhu’ menjadikan orang bahagia. Rosululloh saw bersabda: 
Thuubaa liman tawadho’a fii ghoiri manqoshotin wadzalla fii nafsihii fii ghoiri maskanatin wanfaqo min maalin jama’ahuu fii ghoiri ma’shiyatin wakhoolatho ahlal fiqhi wal hikmati warohima ahladz dzulli walmaskanati. 

“Berbahagialah orang yang rendah hati, bukan karena kekurangan dan rendah diri, bukan karena kemiskinan, berinfak dari harta yang dikumpulkan tidak dalam maksiat, bergaul dengan ahli ilmu dan ahli hikmah (kebijaksanaan) serta menyayangi orang rendah (dhu’afa) dan miskin.” (HR. Bukhori, Ath Thobari dan Baihaqi) 
Dari uraian tadi jelas bagi kita bahagia tidak datang begitu saja, tapi harus ada usaha maksimal kita. Semoga bermanfaat. (*)

Berita Terkait

Bagaimana Menyikapi Lailatul Qodar (Seri-1)

Jumat 07 Mei 2021, 08:00 WIB
undefined

Bagaimana Menyikapi Lailatul Qodar (Habis)

Sabtu 08 Mei 2021, 08:00 WIB
undefined

Tafsir An Nisa 36 (Habis)

Rabu 12 Mei 2021, 08:00 WIB
undefined
News Update