ADVERTISEMENT

Antara Lidah dan Hati

Senin, 3 Mei 2021 08:00 WIB

Share
Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali. (foto: ist)
Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali. (foto: ist)

Oleh: Marullah Matali, Sekretaris Daerah DKI Jakarta

DIRIWAYATKAN dari Abu Bakar Ash Shiddiq RA, tentang tafsiran ayat Dhoharol fasaadu fil barri wal bahr bimaa kasabat aidin naas. Artinya: Telah nampak kerusakan di daratan dan lautan itu, karena perbuatan tangan tangan manusia sendiri.

Artinya: Telah nampak kerusakan di daratan dan lautan itu, karena perbuatan tangan tangan manusia sendiri.

Beliau menaafsirkan: Al barru huwal lisaan, wal bahru huwal qolbu, faidzaa fasadal lisaanu bakat ‘alaihin nufuusu, waidzaa fasadal qolbu bakat ‘alaihil malaaikatu.

Daratan adalah lidah, sedangkan lautan adalah hati. Maka apabila lidah telah rusak, maka pribadi-pribadi manusia menangisi nya dan apabila hati rusak, maka para malaikat menangisinya.

Lisan yang rusak seperti dibuktikan dengan memaki, mengejek, mengumpat dan memfi tnah orang lain, dan hati yang rusak seperti sikap riya atau memamerkan amal perbuatan. 

Ada pendapat yang mengatakan bahwa hikmah diciptakan lidah adalah untuk mengingatkan hamba Allah, agar tidak mengatakan sesuatu perkataan kecuali yang penting dan baik. Pendapat lain mengatakan, bahwa sesungguhnya ucapan dzikir dalam berbagai bahasa hanya ditujukan kepada Allah.

Begitu pula dengan hati, dia diciptakan tunggal, sedangkan mata dan telinga jumlahnya berpasangan. Selain itu, pendapat lain mengatakan bahwa keperluan pendengaran dan penglihatan lebih banyak daripada keperluan lisan.

Lautan diibaratkan dengan hati, karena sama-sama sangat dalam dan luas. Sebagai mana pepatah “Dalamnya lautan boleh diukur, dalamnya hati siapa tahu”. (*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT