Oleh : Sekretaris Daerah DKI Marullah Matali
Dalam kitab ‘ayyuhal walad’ Imam al-Ghazali mengatakan bahwa ada empat macam jenis kebodohan, satu di antaranya bisa diobati sedangkan tiga yang terakhir tidak akan bisa terobati.
Beliau merinci tiga kebodohan yang tidak bisa diobati tersebut.
Pertama, orang yang bertanya karena dengki dan benci.
“Ketika pertanyaan orang tersebut Engkau jawab dengan jawaban yang baik, fasih dan jelas, justru semakin menambah kebencian, permusuhan dan kedengkiannya kepadamu,” tulis al-Ghazali.
Maka cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan segera berpaling darinya dan tidak usah merepotkan diri menjawab pertanyaannya.
Kedua, jika penyakit bodohnya berupa hamaqah atau kedunguan, hal itu juga tidak bisa diobati. Imam al-Ghazali mencontohkan penyakit dungu tersebut.
Misalnya, seorang laki-laki yang baru belajar ilmu akal atau ilmu syariat lalu bertanya kepada orang alim yang telah menghabiskan umurnya dalam waktu lama mempelajari ilmu-ilmu akal dan syariat.
Di zaman serba mudah mendapatkan informasi, dari internet, youtube, dan lain sebagainya, baru mengikuti beberapa pengajian, sudah bisa menyesatkan, mengkafirkan, membid’ahkan, meremehkan ulama.
Contoh di masa awal munculnya corona, MUI menganjurkan masyarakat untuk salat di rumah masing-masing, tiba-tiba ada orang-orang yang “bodoh” berkomentar, “Jangan ikuti ulama yang menjauhkan kita dari masjid”.
Ketiga, seseorang yang bertanya untuk meminta petunjuk, namun setiap ada ucapan orang alim yang tidak bisa dipahaminya, ia merasa itu karena sempitnya pemahaman sang alim. Orang seperti ini biasanya adalah orang bodoh yang sombong. Tak perlu kita menjawabnya.
Atau jika tidak, dia memang bertanya untuk memberikan faedah kepada dirinya namun karena dirinya seseorang yang bodoh maka dia tidak mampu memahami hakikat suatu masalah.