ALIPP Menilai Ada Pemodal Besar Dibalik Tersangka Pengadaan Lahan Samsat Malingping

Jumat 23 Apr 2021, 16:38 WIB
Uday Suhada saat menjadi narasumber pada diskusi Ramadhan 1442 H yang digelar Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten (Luthfi)

Uday Suhada saat menjadi narasumber pada diskusi Ramadhan 1442 H yang digelar Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten (Luthfi)

SERANG, POSKOTA.CO.ID – Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) menilai ada pemodal besar yang berperan di balik tersangka pengadaan lahan untuk pembangunan UPTD Samsat Malingping seluas 6.400 meter persegi.

Direktur Utama ALIPP Uday Suhada mengatakan, rasanya sangat mustahil jika tersangka S itu pelaku tunggal dalam kasus pembebasan lahan Samsat Malingping tersebut. 

"Mengingat S ini hanyalah seorang kepala unit Samsat," kata Uday saat menjadi narasumber pada diskusi Ramadhan 1442 H yang digelar Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten di Plaza Aspirasi, KP3B, Kota Serang, Kamis (22/5/2021).

Udah melanjutkan, kapasitas S selain sebagai kepala UPTD, juga sebagai sekretaris tim pengadaan lahan tentu memiliki ketua serta bis besar ada ada dibelakangnya.

"Ketua tim pengadaan lahnnya saat itu kan ER, yang saat itu menjabat sebagai sekertaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten dan penanggungjawab timnya kepala Bapenda itu sendiri" jelasnya.

Menurut Uday, garis struktur tim pengadaannya sudah jelas, tinggal dikorek lebih dalam apakah benar dimodali sendiri saat membeli dari warga atau ada pemodalnya.

"Sebab besar kemungkinan S ini dimodali orang tertentu. Terlebih dalam pengadaan lahan itu pasti dibentuk sebuah tim, sebagaimana peraturan perundangan. Kecuali yang bersangkutan siap bungkam, pasang badan dan mengorbankan diri," tegas Uday.

Uday melihat ini sebagai moment tepat bagi Kejati untuk membongkar mafia pengadaan lahan selama ini terjadi. Mengingat modus seperti ini sering terjadi di Pemprov Banten.

"Kebiasaannya spekulan datang membayar tanah tersebut, kemudian diupayakan agar lahan tersebut yang dipilih dan bebaskan oleh pihak Pemda," ucapnya.

Pihak Kejati sudah menjelaskan bahwa tanah itu dibeli dari warga Rp.100.000/meter. Sedangkan Pemprov membelinya Rp.500.000/meter. 

"Artinya potensi kerugian keuangan negaranya sekitar Rp. 2,4 milyar," tegasnya. (kontributor Banten/luthfillah)

Berita Terkait

News Update