Ada beberapa desa yang dilalui oleh perusahaan, di antaranya Tanjung Agung, Dusun Tebat, Bedaro, Pekan Jumat, Baru Pusat Jalo.
Di sana ada beberapa perusahaan, di antaranya PT KBPC yang bergerak di bidang batubara, PT SKU bergerak sektor perkebunan kelapa sawit.
Diduga PT SKU berani melintas dikawasan tersebut karena sudah membayar royalti kepada PT KBPC, nilainya di atas 1 miliar.
Namun faktany, baik PT SKU dan KBPC tidak berhak menguasai jalan ini, apalagi sampai memberi dan menerima fee.
Hal itu disebabkan sebagian jalan tersebut merupakan milik PT Suryamas Abadi yang sebelumnya melakukan penambangan Batubara dikawasan tersebut.
"Yang menjadi pertanyaan hingga saat ini, apa landasan PT. KBPC meminta Fee sejumlah uang kepada PT. SKU untuk melalui jalan tambang tersebut?" tegas Djendri.
Djendri Djusman mengaku mempunyai bukti bukti sah secara legalitas atas jalan tambang yang biasa dilalui PT. KBPC dan PT. SKU tersebut mengatakan, dirinya beserta perwakilan warga Kabupaten Bungo yang turut menjadi korban penyerobotan tanah, sudah membuat laporan ke Polres Muara Bungo dan akan diteruskan ke Polda Jambi.
Djendri pun tidak segan-segan akan membawa permasalahan ini ke Jakarta.
“Sampai detik ini juga tidak ada penanganan yang serius atas konflik ini, baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo ataupun Polres Bungo, yang seharusnya mereka justru lebih paham daerah mereka," kata Djendri.
"Jangan hanya terkesan pembiaran atau menunda-nunda. Saya akan bawa permasalahan ini ke Pemerintah Pusat, Kementerian ESDM, Kementerian ATR/BPN , Kemenkopolhukam, Mabes Polri, hingga DPR RI di Jakarta,” imbuhnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Djendri Djusman melalui kuasa hukumnya Bachtiar Marasabessy, menyebut jika jalan yang dipersoalkan tersebut memang merupakan jalan sah milik kliennya.
Dan mereka memiliki bukti-bukti yang cukup.