ADVERTISEMENT

Dugaan Pemotongan Dana Hibah Ponpes Pemprov Banten Ada Indikasi Lemahnya Pengawasan dan Penyalahgunaan Wewenang

Rabu, 21 April 2021 12:09 WIB

Share
Tim Kejati Banten mengamankan berkas dugaan pemotongan dana hibah Ponpes dari biro Kesra (foto: Luthfi/poskota.co.id)
Tim Kejati Banten mengamankan berkas dugaan pemotongan dana hibah Ponpes dari biro Kesra (foto: Luthfi/poskota.co.id)

SERANG - ES telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Banten dengan dugaan telah melakukan pemotongan bantuan dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) tahun 2020.

Tindakan ES tersebut diduga hanya bagian kecil puzzle dari serangkaian kejahatan yang sudah tersusun dengan sistematis.

Tindakan pemotongan dana hibah Ponpes Pemprov Banten yang dilakukan ES terjadi, ada indikasi lebih karena lemahnya pengawasan dan ketaatan pejabat di lingkungan Pemprov Banten terhadap Peraturan Gubernur nomor 10 Tahun 2019 tentang pedoman pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD Provinsi Banten.

"Pada pasal 16 ayat (1) mengakatan bahwa setiap pemberian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani Gubernur dan penerima hibah," kata Wakil Sekretaris Bidang (Wasekbid) Eksternal Badko HMI Jabodetabeka dan Banten, Aliga Abdilah, Rabu (21/4/2021).

Lebih lanjut Alig mengungkapkan, sedangkan dalam ayat (2) dikatakan bahwa dalam penandatanganan NPHD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Gubernur dapat mendelegasikan kepada perangkat daerah/unit kerja terkait. 

"Melihat pasal 16 tersebut, pemberi dan penerima bantuan hibah seharusnya juga ikut dilakukan pemeriksaan. Sebab pemberi hibah dalam hal ini Pemprov Banten juga patut diduga melakukan kelalaian dan menyalahgunakan wewenang sehingga terjadi kasus pemotongan ini," jelas Agil.

Menurut pandangan Agil, bahwa apabila ada pondok pesantren yang diduga fiktif, maka secara tidak langsung yang menandatangani NPHD tersebut sama saja dengan menyetujui Ponpes itu menerima bantuan dana hibah

"Maka sebaiknya Kejati Banten dan Polda Banten untuk segera mengarah kepada dugaan pesantren fiktif dan mencari siapa yang menandatangani NPHD yang diduga pesantren fiktif tersebut," tegasnya.

Agil juga merasa heran ada pesantren fiktif yang menerima bantuan, padahal dalam pasal 8 ayat (2) di Pergub tersebut sudah dinyatakan dengan jelas bahwa evaluasi terhadap permohonan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan dengan memverifikasi persyaratan administratif.

"Kemudian kesesuaian permohonan Hibah dengan program dan kegiatan  dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan, melakukan survei lokasi, mengkaji kelayakan besaran uang yang akan direkomendasikan dan Mengkaji kelayakan jenis dan jumlah barang/jasa yang akan direkomendasikan untuk dihibahkan dan sebagai bahan penyusunan kegiatan/program," ujarnya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT