SERANG, POSKOTA.CO.ID - Setiap tanggal 12 Syawal, pihak kenadziran Kesultanan Banten biasanya memperingati momentum Babat Banten.
Kegiatan tersebut biasanya diisi dengan ceramah agama serta penjelasan sejarah perjuangan kesultanan Banten dalam melawan penjajah Belanda.
Acara tersebut biasanya banyak yang datang, baik dari keluarga kesultanan yang ada di Banten maupun Cirebon, juga biasanya dihadiri oleh masyarakat Banten secara umum.
Sekretaris dua kenadziran Kesultanan Banten TB Mahdi Syamsudin mengatakan, untuk tahun ini pihaknya belum ada rencana untuk menyelenggarakan kegiatan itu, sebab proses perizinan di masa Pandemi Covid-19 seperti ini lebih panjang dari pada dalam kondisi normal seperti biasa.
"Rencananya sih akan tetap diadakan, tapi memang belum melakukan izin saja," ungkapnya, kemarin.
Mahdi mengaku, pihaknya belum berani mengadakan kegiatan yang mengundang keramaian orang, sebab dikhawatirkan nanti akan menjadi klaster penyebaran Covid-19.
"Kalau acara haul Sultan Maulana Hasanuddin memang kami buat sederhana, tapi kalau untuk acara Babat Banten biasanya banyak tamu yang datang, terutama yang dari Cirebon," jelasnya.
Mahdi menerangkan, peringatan Babat Banten merupakan momentum dimana pada saat itu masyarakat Banten, terutama kelurga keturunan dari kesultanan kembali dari pengasingan setelah kerajaan Banten dibumihanguskan oleh Belanda pada tahun 1883 Masehi.
"Mereka datang ke Banten lagi dari pengasingan itu terjadi sekitar tahun 1944/1945, dan puncaknya pada tanggal 12 Syawal 1947 yang kemudian disebut sebagai peristiwa Babat Banten," ujarnya.
Masyarakat Banten sendiri kala itu pergi ke pengasingan seperti Pandeglang, Serang serta daerah lain yang menjadi perbatasan dengan Batavia kala itu.
"Pengasingan itu merupakan langkah menyelamatkan diri dari gempuran Belanda yang kala itu menghancurkan seluruh bangunan istana Kaibon dan benteng Surosowan," ucapnya.