GOWA, POSKOTA.CO.ID - Mengenal latar belakang An-Nazir, jamaah yang identik dengan baju serba hitam dan rambut gondrongnya yang pirang.
Jamaah An-Nazir bermukim di Kampung Butta Ejayya, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa.
Setiap tahunnya jamaah An-Nazir Gowa selalu jadi sorotan karena putuskan puasa Ramadhan lebih awal, meski pemerintah belum menetapkan.
Jamaah An-Nadzir memang dikenal memiliki perhitungan dan penentuan awal Ramadan dan Hari Raya yang berbeda.
Namun menurut M Samiruddin Pademmuietode, selaku pimpinan Jamaah An-Nadzir, pengambilan keputusan yang dilakukan tetap mengacu kepada Al-Quran dan Hadis.
"Untuk perhitungan bulan ini, ada beberapa para meter yang kita pakai yang jelas tetap mengacu pada Dalil-dalil, Al-Quran dan Hadis, Dalil Akli," jelasnya.
Selain itu diakuinya jika dalam pemantauan bulan, pihaknya senantiasa mengamati dan menentukan tiga purnama.
"Yang paling penting adalah kita menentukan tiga purnama yakni 14,15,16. Dan disitulah kemudian kita melakukan start mulai menghitung sampai kemudian tiga terakhir yakni 27,28,29. Kemudian dipadukan dengan fenomena alam dan tanda terakhir itu biasanya asam puncak atau kondak air laut sebagai ganda terakhir pergantian bulan," ungkapnya.
Beberapa tahun silam, An-Nazir pernah diterpa isu miring sebagai kelompok aliran sesat.
Banyak yang menyebut An-Nazir lakukan shalat yang hanya tiga waktu dan haji yang tidak perlu ke Makkah
Ustadz Lukman salah satu anggota An-Nazir akhirnya memberikan penjelasan yang diawali dengan pengucapan salam, basmalah, dan syahadatain secara benar.
Lantas ia pun mengungkapkan misi An-Nazir, yaitu menegakkan hukum Allah. Tidak ada sedikit pun ada niat pada An-Nazir untuk mendirikan negara Islam.
Tentang waktu shalat, katanya, shalat fardu yang dilakukan oleh jamaah An-Nazir tetap lima rakaat. Hanya waktu pelaksanaannya yang tidak lazim.
Misalnya, menurut dia, shalat zuhur yang dilaksanakan pada akhir waktu mendekati ashar.
Sedangkan, shalat ashar dilakukan pada awal waktu, sehingga terjadi "pemepetan" kedua waktu shalat.
Shalat maghrib dilaksanakan tersendiri sebagaimana shalat maghrib pada umumnya umat Islam.
Shalat isya dan subuh dilaksanakan dengan pemepetan mirip dengan pelaksanaan shalat zuhur dan ashar.
Dengan demikian dari luar terkesan waktu shalat hanya tiga waktu, Menyangkut haji, dijelaskannya, tidak benar kalau An-Nazir menganggap haji itu tidak perlu ke Makkah.
Hanya saja, An-Nazir melihat bahwa pelaksanaan haji oleh jamaah Indonesia sudah tidak memiliki nilai ibadah lagi karena memaksakan diri berangkat haji dengan uang yang penuh dengan uang tidak bersih. (cr09)