Sopir Bus AKAP di Kampung Rambutan Berharap Pemerintah Pertimbangkan Larangan Mudik Lebaran: Hutang Kami Sudah Banyak

Sabtu 10 Apr 2021, 10:00 WIB
Suasana di Terminal Kampung Rambutan yang sepi penumpang. (foto: Ifand)

Suasana di Terminal Kampung Rambutan yang sepi penumpang. (foto: Ifand)

CIRACAS, POSKOTA.CO.ID - Larangan mudik Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah yang diberlakukan pemerintah pada 6-17 Mei 2021, membuat kalut para sopir bus antar kota antar provinsi (AKAP) di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.

Mereka menilai langkah yang dilakukan membuatnya semakin sengsara dan menambah hutang mereka di warung. 

Asep, 41, sopir bus AKAP Primajasa yang biasa menunggu penumpang di Terminal Kampung Rambutan, mengaku kelabakan memikirkan nasib keluarganya.

Pasalnya, pekerjaan sebagai sopir merupakan profesi yang digelutinya demi perekonomian keluarga.

"Bingung mau cari duit dari mana lagi, kita bisanya cuma narik bus doang. Ini juga hutang di warung makan numpuk, kalau enggak narik hutang makin menumpuk," katanya, Jumat (09/04/2021).

Menurut Asep, sejak pandemi Covid-19 melanda jumlah keberangkatan penumpang Terminal Kampung Rambutan anjlok sehingga memengaruhi pemasukan para sopir bus AKAP. Sementara ia sendiri dibayar perhari dan uang yang didapat tak seberapa.

"Kalau kerja gajian setiap bulan mah masih enak, hitungannya buat kebutuhan keluarga masih aman. Ini kan saya beda," ujarnya.  

Harapan mendapat lebihan banyak saat melayani penumpang mudik, kata Asep, akhirnya hilang.

Padahal harapan itu sudah terngiang di mudik kali ini, setelah pada tahun lalu juga tak ada lagi mudik. "Sebelum mudik dilarang saja sudah sepi, gimana kalau mudik dilarang nanti.

Pusing lah mikirinnya, padahal kita berharap mudik ini bisa panen dan pemasukan banyak, tapi enggak bisa juga," ungkapnya.

Hal yang sama juga disampaikan, Haryadi, 52, sopir bus lainnya yang juga mengaku bingung cara menghidupi keluarganya selama larangan mudik berlaku pada bulan Mei 2021 mendatang.

Karena itu ia berharap pemerintah mempertimbangkan lagi agara masyarakat boleh mudik lebaran dan memperhatikan nasib sopir bus.

"Bukannya kita melawan pemerintah, tapi kalau bisa ya dipertimbangkan lah. Dibolehkan mudik tapi protokol kesehatan diperketat begitu, biar kita punya pemasukan juga," tuturnya.

Menurut Haryadi, para sopir bus AKAP tidak keberatan bila pemerintah memperketat protokol kesehatan, termasuk harus menjalani rapid test dan swab asalkan biaya tidak dibebankan kepada mereka.

Paling tidak mudik masih boleh dilakukan dengan menerapkan aturan pembatasan maksimal penumpang bus 50 persen dari kapasitas kursi para sopir.

"Masker juga selalu kita pakai, hand sanitaizer kita sediakan dalam bus, yang penting keluarga kita juga masih bisa berlebaran," tukasnya. (Ifand)

Berita Terkait

News Update