Pemerintah Resmi Melarang Mudik Ramadan dan Lebaran Idul Fitri 2021, Melalui Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19

Kamis 08 Apr 2021, 22:36 WIB
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. (ist)

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Alasan memutus mata rantai Covid-19, pemerintah secara resmi melarang mudik pada Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah, selama 6-17 Mei 2021.

Larangan tersebut tertuang pada Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19  No. 13 Tahun 2021.

Melalui surat edaran ini, pemerintah tegas melarang masyarakat melakukan kegiatan mudik lebaran tahun ini demi melindungi masyarakat dari penularan virus Covid-19.

Larangan ini diberlakukan untuk moda transportasi darat, laut dan udara.

Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangannya di Graha BNPB, Jakarta, Kamis petang (8/4/2021).

Hadir dalam keterangan bersama tersebut, Dirjen Perhubungan Darat Drs. Budi Setiadi SH MSi, Dirjen Perhubungan Laut Ir R Agus H Purnomo MM, Dirjen Perkeretaapian Ir Zulfikri yang dalam hal ini diwakili oleh Danto Restyawan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, Dirjen Perhubungan Udara Ir. Novie Riyanto Raharjo MSEA dan Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati.

Wiku menjelaskan berdasarkan fakta yang ada, pemerintah mencoba belajar dari pengalaman dan berusaha merancang kebijakan dengan prinsip utama keselamatan dan kesehatan masyarakat.

"Oleh karena itu ditetapkan adanya peniadaan mobilitas mudik sementara yang berlaku dari tanggal 6-17 Mei 2021," jelasnya.

Namun terdapat pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik ini. Yaitu layanan distribusi logistik, perjalanan dinas, kunjugan sakit/duka, dan pelaganan ibu hamil dengan pendamping maksimal 1 orang dan pelayanan ibu bersalin dengan pendamping maksimal 2 orang. Meski demikian terdapat prasyarat dalam pengecualian ini.

Diantaranya surat izin dari pimpinan instansi pekerjaan dimana khusus ASN, pegawai BUMN/BUMD, anggota TNI/Polri yang diberikan dari pejabat setingkat eselon II dengan tanda basah atau elektronik yang dibubuhkan.

Sementara bagi pekerja sektor informal ataupun masyarakat dengan keperluan mendesak perlu meminta surat izin perjalanan dari pihak desa/kelurahan sesuai domisili masing-masing.

"Surat ini berlaku secara perseorangan, untuk satu kali perjalanan, pergi/pulang dan wajib bagi masyarakat berusia sama dengan atau lebih dari 17 tahun keatas. Selain keperluan tersebut, tidak diizinkan untuk mudik dan apabila tidak memenuhi persyaratan, maka surat izin bepergian tidak akan diterbitkan," tegas Wiku.

Selama periode pelarangan mudik, Polri dan TNI akan melakukan operasi di tempat-tempat strategis untuk upaya skrining dokumen surat izin perjalanan dan surat keterangan negatif.

Operasi ini akan dilakukan di tempat-tempat strategis.

Seperti pintu kedatangan atau pos kontrol di wilayah rest area, perbatasan kota besar, titik pengecekan (checkpoint) dan titik penyekatan daerah aglomerasi yaitu satu kesatuan wilayah terdiri dari beberapa pusat kota atau kabupaten yang saling terhubung.

Pelaksanaannya mengacu SE Satgas No. 12 Tahun 2021 untuk perjalanan domestik dan SE Satgas No. 8 tahun 2021 untuk perjalanan internasional. Khusus WNI yang hendak pulang ke Indonesia (repatriasi), dihimbau menunda sementara kepulangannya dengan harapan dapat mencegah masuknya imported cases dengan varian mutasinya.

Kepada petugas, diminta menindak tegas para pelaku perjalanan yang tidak memenuhi persyaratan seperrti tujuan mudik, atau wisata antar wilayah.

"Petugas berhak memberhentikan perjalanan dan yang bersangkutan harus kembali ke tempat asal perjalanan," imbuh Wiku.

Sebelum melakukan aktivitasnya, masyarakat yang mendapatkan izin melakukan perjalanan selama periode ini wajib melakukan karantina mandiri selama 5x24 jam setibanya di tempat tujuan.

Karantina dilakukan di fasilitas yang disediakan.

Berupa fasilitas pemerintah daerah dan hotel yang dapat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat menggunakan biaya mandiri.

Sedangkan unsur masyarakat di destinasi tujuan pelaku perjalanan yang diizinkan, wajib mengoptimalisasi kinerja satgas daerah untuk 4 Fungsi Posko Desa/Kelurahan.

Optimalisasi  ini juga akan ditujukan untuk pengawasan ibadah dan tradisi selama Bulan Ramadan beserta perayaan Idul Fitri jika terdapat potensi melanggar protokol kesehatan.

Optimalisasi kinerja ini misalnya melakukan identifikasi titik kerumunan di wilayah setempat, sosialisasi himbauan untuk tidak mudik, pembatasan kegiatan di tingkat rumah tangga, pembatasan pendatang, skrining dokumen prasyarat perjalan milik pendatang, monitoring pelaksanaan karantina mandiri oleh pelaku perjalanan dan pembubaran kerumunan secara langsung di tempat.

Wiku menegaskan bahwa pada prinsipnya peniadaan mudik ini salah satu upaya untuk mencegah lonjakan kasus meskipun bukan satu-satunya upaya yang diandalkan.

Agar antisipasi berjalan baik, pengendalian kegiatan masyarakat perlu dilakuan secara holistik yaitu peran serta masyarakat dengan rasa bijak dari masyarakat untuk mengendalikan mobilitasnya. (johara)

Berita Terkait
News Update