Tuai Kontrovesi, Berikut Isi Lengkap Telegram Kapolri Larang Media Liput Kekerasan Aparat

Selasa 06 Apr 2021, 17:18 WIB
Surat Telegram Kapolri. (foto: screenshot/ist)

Surat Telegram Kapolri. (foto: screenshot/ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Telegram (ST) kepada para Kapolda serta Kabid Humas seluruh Polda Indonesia. Salah satu poin dianggap kontroversi lantaran melarang media menayangkan arogansi dan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian.

Telegram tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan itu bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. ST tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengatakan ST itu diterbitkan demi membuat kinerja Polri di kewilayahan semakin baik pada masa mendatang.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi dikonfirmasi, Selasa (6/3/2021).

Di dalam ST itu, terdapat 11 poin yang harus dipatuhi para pengemban fungsi humas Polri Salah satunya adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.

Berikut bunyi 11 poin dalam Surat Telegram tersebut:

1. Media dilarang menyiarkan upaya/ tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan.

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/ atau kejahatan seksual.

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.

8. Tidak menayangkan secara eskplisit dan terperinci adegan dan atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

(adji)

Berita Terkait

News Update