“Kalau kaum wanita arah sebaliknya, ngidul ngetan (tenggara),” katanya.
Tapi pantangan itu tidak berlaku untuk semua orang, ada kekhususan dan bolah melakukan pernikahan ngalon ngulon.
“Yakni, bagi laki-laki yang kelahirannya pada wuku Watugunung bertemu jodoh wanita wuku Sinto, maka itu tidak dilarang, malah bagus sekali. Rumah tangganya akan langgeng, makmur, tentram,” katanya.
Namun, tentu sangat jarang dengan perjodohan dengan kekhususan seperti ini, mungkin hal itu pula menjadi kekhususan,
Memilih Hari Baik
Menurut Mbah Cuk, larangan ngalor ngulon itu juga tidak harga mati, bisa dilaksanakan, asal hari pernikahan dihitung dengan cermat menurut hitungan seperti dalam primbon Jawa.
Mencari hari baik itu, ia mengibaratkan, seperti orang beli baju di toko baju. Semua baju yang dijual di toko baju semua bagus.
“Tapi kita harus memilih, ukurannya, warna, model, pasti kita pilih yang cocok, Kalau asal comot, kan nggak ada yang gitu, bisa-bisa ukuran kegedean atau kekecilan,” katanya.
Artinya, semua hari adalah baik, tapi kita harus memilih yang terbaik dan cocok. Sehingga dalam hal pernikahan ngalor ngulon tadi, bisa di-wiradati atau disranani (dicarikan jalan keluar) dengan memilih hari yang tepat bagi pasangan yang akan menikah. “Memilih hari baik,” ujarnya.
Hitungannya berdasarkan weton, atau nepton. Yakni, menurut hitungan Saptawara (7 hari) dan pancawara (hari pasaran Jawa, lima hari).
Hari dalam Sapta wara, Senin, Selasa, Rabu, Kemis, Jemuah, Setu, Akad. Sedangkan hari dalam Pancawara adalah Paing, Pon, Wage, Kliwon, Legi.
Hitungan itu masih dikaitkan dengan wuku dan bulan yang baik. (win)