SERANG, POSKOTA.CO.ID - Pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi mengkritik keras sikap Pemprov Banten terkait polemik peminjaman SMI.
Menurut Lia, sikap Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) sebagai pemegang kebijakan tertinggi di daerah dinilai tidak gentleman menghadapi polemik pinjaman SMI tahap dua yang terancam batal karena pemerintah pusat memberlakukan bunga sebesar 6 persen.
"Pemprov seakan hanya pura-pura nggak ngerti, padahal sebetulnya sangat mengerti. Apalagi ada bidang hukum juga yang pintar, eggak mungkin mereka nggak ngerti," katanya saat dihubungi, Jumat (2/4/2021).
Lia menjelaskan, mereka (orang-orang Pemprov) sebenarnya tahu yang namanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) itu hanya berlaku mengikat pada saat itu saja, saat perjanjian pertama dilakukan, yakni untuk pinjaman tahap pertama.
"Jadi kalau mereka mengaku di pinjaman tahap dua ini tidak perlu ada PKS, saya rasa ini hanya bentuk pembenaran saja, karena pada dasarnya mereka juga menyadari bahwasanya tindakan yang dilakukan itu salah," jelasnya.
Tindakan yang dimaksud Lia adalah memasukkan jumlah hutang kepada SMI tahap dua sebesar Rp4,1 triliun ke postur anggaran APBD 2021. Sehingga total APBD 2021 sebesar Rp16,01 triliun.
Sebagai pakar hukum Lia melihat perjanjian itu hanya bisa berlaku bagi terhadap pinjaman pertama saja, yakni Rp800 miliar yang kala itu akan dicairkan.
Sementara untuk pinjaman tahap kedua, karena belum dilakukan, itu tidak bisa disatukan perjanjiannya dengan yang tahap pertama.
"Nggak bisa yang pinjaman selanjutnya Pemprov berasumsi bakal sama PKS-Nya. Nggak bisa, secara hukum juga nggak bisa," ucapnya.
Lia mengakui, Gubernur WH terlalu gengsi untuk mengakui sebuah kesalahan. Dia sosok yang enggak bisa disalahin, dikritik saja nggak bisa. Padahal jabatan Gubernur ini harus siap dikritik.
"Repot kita kalau punya tipe Gubernur seperti ini," tegas Lia.