Jangan Berpuas Diri Karena Sanjungan

Kamis 01 Apr 2021, 07:00 WIB
Bung Harmoko, karikatur.

Bung Harmoko, karikatur.

Oleh Harmoko

JANGAN  terlena karena pujian, jangan pula berpuas diri karena sanjungan. Boleh jadi pujian dan sanjungan sebatas untuk menyenangkan hati sahabat, atau mitra kerja.

Bisa juga pujian dan sanjungan yang diberikan kepada tuannya, majikannya, bosnya atau pemimpinnya agar hatinya senang. Satu di antaranya melalui laporan yang direkayasa, yakni memberikan laporan yang menyenangkan bahwa semua program berjalan baik, padahal fakta di lapangan tidaklah demikian.

Melaporkan bahwa kebijakan yang digulirkan pimpinan sangat diapresiasi masyarakat, padahal di sana – sini masih banyak kritikan dan keluhan yang isinya sinis.

Baca Juga:

Melaporkan yang baiknya saja, sementara yang buruknya ditutupi. Inilah yang sering disebut dengan istilah Asal Bapak Senang (ABS).

Lapor dengan demikian bagaikan etalase. Indah dan menarik di permukaan, tetapi tidak demikian isi dalamnya.

Kita tahu, apa pun bentuk rekayasa yang tidak sesuai fakta dan realita, jelas melanggar etika dan norma. Yang demikian tidaklah sehat, bahkan membahayakan karena dapat merapuhkan pondasi kepemimpinan akibat merosotnya kepercayaan masyarakat dan segala yang buruk sudah mulai tersingkap.

Itulah sebabnya para leluhur sejak awal mengajarkan agar tidak cepat berpuas diri terhadap apa yang sudah kita perbuat, sekalipun telah membuat orang lain merasa senang. Dan meski juga mendapat sanjungan dan pujian tinggi. Lebih – lebih sanjungan yang direkayasa seperti kita sebutkan di atas tadi.

Karenanya sikapilah apapun secara wajar, hati – hati dan penuh kewaspadaan. Dalam filosofi Jawa dikenal pepatah “Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman” yang artinya  “Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut; Jangan kolokan atau manja.”

Makna yang dapat kita petik adalah jangan berlebihan menyikapi sesuatu, bersikaplah sewajarnya, konsekuen dalam keputusan serta tindakan.

Dengan begitu setidaknya kita dapat lebih mencerna, tidak grusa – grusu terhadap hasil yang telah kita perbuat, laporan hasil yang kita terima dari siapa pun. Juga masukan, kritikan yang sekalipun datangnya dari orang yang berseberangan, hadapi dengan arif dan bijak.

Jika hasilnya dilaporkan baik sebaiknya sikapi dengan biasa saja. Dan, yang terpenting jangan lantas berpuas diri, kemudian berhenti melangkah meningkatkan kualitas diri.

Jalan berliku di depan masih panjang. Beragam problema ada di depan mata. Pandemi belum berakhir, pemulihan ekonomi masih berproses, masih butuh waktu lama mengembalikan kepada norma kehidupan baru – new normal.

Kita masih perlu banyak berbenah. Pemerintah dan jajarannya jangan lalai berbenah, pelaku usaha berbenah, masyarakat berbenah, masing – masing harus berbenah, diri kita juga harus berbenah.

Sukses yang telah kita dapatkan seperti penurunan angka negatif Covid, meningkatnya angka kesembuhan, geliatnya perekonomian di daearah – daerah, hendaknya kita sikapi sebagai awal dari proses keberhasilan. Belum sampai pada benar-benar keberhasilan.

Ibarat orang berjalan baru beberapa langkah maju, sementara ujung jalan yang panjang masih jauh. Karenanya janganlah berhenti melangkah sebelum sampai di ujung jalan.

Terhenti di tengah jalan karena telah berpuas diri, sejatinya sebuah kemunduran. Ingat! Selama kita terhenti, orang lain terus berkarya, berkreasi dan berinovasi.

Dengan berhenti melangkah, berarti kita menjauh dari titik kesuksesan yang sesungguhnya.  Begitu pun dalam proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (*)

Berita Terkait

Keberagaman Tak Perlu Dipersoalkan

Kamis 15 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

“Musuh yang Tersembunyi”

Senin 26 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

Membangun Generasi Bermoral

Senin 03 Mei 2021, 07:00 WIB
undefined

Kesadaran Tolong Menolong

Senin 10 Mei 2021, 07:00 WIB
undefined
News Update