PEMERINTAH sudah ketok palu bahwa mudik Lebaran tahun ini dilarang apa pun bentuknya. Berlaku untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali terhitung sejak 6 Mei hingga 17 Mei 2021.
Jika perkiraan Lebaran jatuh pada tanggal 13-14 Mei, maka larangan mudik ini mulai H-7 hingga H+3 Lebaran. Hari-hari, di mana lazimnya pergerakan mudik lebaran berlangsung sangat tinggi-puncak arus mudik.
Mengapa? Jawabnya karena pada hari itu, karyawan sudah menerima THR sebagaimana peraturan pemerintah yang mewajibkan pembayaran THR paling akhir sepekan sebelum Lebaran. Yang kedua, adanya cuti bersama lebaran yang biasanya dimulai sepekan sebelum lebaran hingga 3 hari setelah lebaran.
Lantas bagaimana dengan tahun ini yang hanya diberi cuti Lebaran satu hari kerja. Tentunya akan mengubah perilaku pergerakan masyarakat dalam mudik Lebaran, apalagi adanya larangan mudik di tanggal yang sudah ditentukan.
Jika peraturan ini diberlakukan untuk semua, termasuk armada angkutan ( darat, laut dan udara) yang membawa penumpang mudik lebaran, berarti di tanggal larangan angkutan antarkota-antarprovinsi tidak boleh beroperasi membawa penumpang. Jika alasannya penumpang yang diangkut bukan untuk mudik lebaran, terus hendak pergi ke mana di tanggal tersebut.
Haruskah ada surat keterangan bahwa pulang kampung bukan untuk kepentingan mudik Lebaran, tetapi menengok famili yang lagi kena musibah atau keperluan lain. Haruskah demikian? Itu, jika angkutan darat, laut dan udara boleh beroperasi di tanggal larangan mudik.
Begitu juga kendaraan pribadi tak boleh pergi ke luar kota. Kecuali, mungkin masih dalam kawasan Jabodetabek. Mengapa ? Karena pergerakan mudik lebaran biasanya dari wilayah tersebut menuju arah timur dan barat. Juga mudik lebaran dari di kota – kota besar lainnya yang menjadi tempat kaum urban mencari nafkah.
Sebut saja, orang bekerja di Bali hendak mudik ke daerahnya di Jatim, Jateng atau Jabar.
Kalau semuanya diberlakukan sama, tanpa ada kegiatan mudik lebaran, maka ada kemungkinan terjadinya pergeseran pola mudik. Boleh jadi jauh sebelum adanya larangan atau setelah Lebaran.
Ini juga harus diantisipasi. Karena larangan mudik Lebaran itu sejatinya upaya membatasi mobilitas penduduk dan pergerakan masyarakat pada waktu bersamaan. Tujuannya untuk mencegah penularan virus corona akibat terjadinya banyak kerumunan di berbagai tempat.
Bukan melarang orang untuk berlebaran, bukan pula tidak boleh pulang kampung.
Nah, bagaimana pula mengawasi mudik yang dilakukan jauh sebelum larangan atau setelah selesainya larangan mudik Lebaran.
Ini yang harus diantisipasi dan dicarikan solusi agar upaya mencegah lonjakan kasus positif Covid tidak terjadi. (jokles)