Tragedi Minggu Palma

Minggu 28 Mar 2021, 22:22 WIB
Trias Kuncahyono

Trias Kuncahyono

by Trias Kuncahyono

Minggu (28/3) ketika jantung kehidupan Makassar sudah mulai berdenyut, ketika warga mulai beraktifitas, ketika umat Katolik sedang beribadah merayakan Minggu Palma, mengawali Pekan Suci, sebuah bom bunuh diri meledak.

Bom meledak di pintu gerbang samping, dekat pos satpam, kompleks Gereja Katedral Hati Kudus Yesus, Makassar. Ledakan terjadi pukul 10.26 WITA. Pelaku bom bunuh diri tewas. Beberapa orang terluka.

Tindakan itu, telah mengoyak persaudaraan kemanusiaan bangsa. “Apapun motifnya, aksi ini tidak dibenarkan agama karena dampaknya tidak hanya pada diri sendiri juga sangat merugikan orang lain,” ujar Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Apa pun alasan yang mendorong mereka melakukan tindakan itu, adalah mereka mau menjadikan dirinya sebagai senjata. Pilihan ini adalah langkah pertama untuk memasuki wilayah kematian.

Serangan bunuh diri adalah metode operasional di mana tindakan serangan sangat tergantung setelah kematian pelaku. Di sinilah unsur kemanusiaan ditiadakan, ditinggalkan.

Dengan kata lain, mereka para pelaku penyerangan (bom) bunuh diri tidak mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan, nilai-nilai kemanusiaan mereka robek-robek, injak-injak.

Mereka tutup mata. Yang penting, dia mati dan orang lain juga mati demi tercapainya tujuan. Karena itu, pilihan ini merupakan langkah pertama memasuki domain kematian.

Dengan melakukan tindakan itu, “mereka meninggalkan kehidupannya dan  menjadi bagian dari gudang senjata yang tersedia untuk operasi masa depan yang dirancang dan direncanakan oleh para pemimpin mereka. Bentuk kedua reifikasi adalah target manusia. Musuhnya diperlakukan sebagai sesuatu (thing), hama, tanpa jenis kelamin (tak peduli lagi laki atau perempuan), tak peduli tua atau muda. (François Géré: 2007).

Bahwa terorisme bunuh diri muncul di negeri ini, Indonesia, sebenarnya, “aneh.” Sebab, lingkungan yang memungkinkan munculnya terorisme bunuh diri, menurut Leonard Weinberg dan Ami Pedahzur dalam Suicide Terrorism (2010), adalah masyarakat yang terbelah dan terpolarisasi menurut garis etnis dan agama.

Kalau mengacu pada pendapat Leonard Weinberg dan Ami Pedahzur, maka kecil kemungkinan terorisme bunuh diri muncul di Indonesia. Sebab, masyarakat Indonesia sekalipun kadang terjadi konflik bernuansa etnis, sektarian namun secara umum tidak terpeceh-pecah, tidak terbelah dan tidak terpolarisasi seturut garis etnis dan agama. Misalnya, seperti Irak atau Lebanon.

Berita Terkait

Soliditas Hadapi Serangan Bomber

Senin 29 Mar 2021, 06:00 WIB
undefined

Perketat Keamanan Objek Vital Negara

Senin 05 Apr 2021, 06:00 WIB
undefined

Bersahabat dengan Alam

Selasa 06 Apr 2021, 10:24 WIB
undefined

Piala Menpora 2021Batu Ujian Kompetisi

Jumat 09 Apr 2021, 06:00 WIB
undefined

Tindak Tegas Spekulan Sembako

Senin 12 Apr 2021, 06:00 WIB
undefined
News Update