ADVERTISEMENT

Jika Bawahan jadi "Atasan" Bu Kades Digerebek Suami

Selasa, 23 Maret 2021 07:30 WIB

Share
Ilustrasi Bu Kades digerebek suami. (ucha)
Ilustrasi Bu Kades digerebek suami. (ucha)

DALAM urusan asmara, pejabat bisa tak peduli akan struktur kepegawaian. Kades Rini Hapsari (38) dari Pasuruan (Jatim) ini contohnya. Ketika punya PIL bawahan sendiri, tanpa sungkan menyilakan Jito (35) jadi atasan atau “di atasnya”. Adegan mesum itu akhirnya digerebek suami dan jadi urusan polisi.

Atasan punya WIL bawahan, itu sudah biasa dan lazim. Mungkin agar tidak monoton, banyak pula sekarang praktisi mesum beralih obyek. Seorang bawahan justru berani mengencani atasan sendiri di kantor. Di bawah kendali setan dia berani berprinsip, “Di kantor kau boleh jadi atasanku, tapi dalam urusan ranjang, gantian aku yang jadi atasan atau di atasmu.”

Kelakuan gendeng ini dialami oleh Jito, pegawai kantor Desa Wotgalih Kabupaten Pasuruan. Mentang-mentang dirinya ganteng, dia berani nginceng Kadesnya sendiri, Ny. Rini Hapsari. Tak jelas, siapa yang memulai. Mungkin Bu Kades yang menginisiasi, mungkin pula memang Jito sendiri yang punya prakarsa.

Tapi jika dilihat dari kultur ketimuran atau  budaya Jawa, rasanya bawahan takkan berani nglamak (kurang ajar) pada atasan sendiri. Kecuali, memang atasan yang memberi karpet merah, sehingga anak buahnya berani pecicilan mengacak-acak kehormatan atasannya di atas sprei merah. Soalnya, bila sudah urusan asmara cinta, masalah struktur kepegawaian dan etika tak lagi dipedulikan. Yang penting keduanya memperoleh kepuasan ragawi.

Demikianlah yang terjadi di kantor Desa Wotgalih itu. Tembang-tembang asmara antara Bu Kades itu akhirnya menjadi gosip sesama pegawai kelurahan, sampai kemudian masuk telinga suami Bu Kades, Hendro (42). Tentu saja dia kaget sekali mendengar info itu. Benarkah istrinya punya PIL di kantornya? Bila mengikuti emosi, ingin rasanya dia melabrak ke kantor desa dan menghajar Jito yang jadi PIL istrinya.

Rumah tangga Hendro retak tanpa bisa diplester lagi, juga karena istrinya punya hubungan khusus dengan anak buahnya tersebut. Pasangan ini nyaris pecah kongsi (cerai) gara-gara orang ketiga. Rupanya Bu Kades menganggap Jito sebagai “ban serep”, padahal Jito sendiri juga punya keluarga.

Tapi Hendro memang bukan lelaki sumbu pendek. Diam-diam dia membentuk Tim Pencari Fakta independen, menanam sejumlah orang untuk memata-matai pergerakan istrinya. Karena dia tak mungkin memasang CCTV di setiap gang penjuru desa. Hendro memang punya prinsip: kena iwake aja buthek banyune (baca: menghindari kehebohan).

Beberapa hari dapat info bahwa istrinya mau “tugas” bersama Jito bawahannya itu. Maka diam-diam Hendro membuntutinya pakai sepeda motor pula. Ternyata pasangan Rama-Sinta dari Pasuruan itu menuju ke sebuah rumah di desa Dandang Gendis Kecamatan Nguling. Begitu Bu Kades- Jito masuk rumah tersebut, pintu lalu dikunci dari dalam.

Hendro dengan dada bergemuruh segera minta bantuan RT setempat untuk membantu menggerebeknya. Benar saja, kamar mesum itu digedor-gedor. Jito mencoba kabur lewat pintu belakang sambil repot pakai celana, tapi langsung disergap penduduk dan dibuat jambalan (dihajar). Tapi dalam pemeriksaan Jito tetap berdalih bahwa dia tak mungkin berbuat mesum dengan atasan sendiri. Padahal kata suami Bu Kades, Jito sudah 3 kali masuk rumah ini bersama Bu Kades.

Skandal Kades dan anak buahnya yang terjadi pada hari Minggu itu kemudian dilaporkan ke Polsek Nguling. Peta politik Desa Wotgalih ke depan sudah bisa dibaca. Pasti rakyat minta Baperdes untuk mengusulkan Bu Kades segera dicopot oleh Bupati. Sukur-sukur Bu Kades segera mundur akibat wisata asmara di hari Minggu itu.
Pada hari Minggu bukan naik delman istimewa, malah naik Bu Kades. (suara jatim/gunarso ts)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT