MEREKA bukan manusia hayalan seperti Ultraman, Ironman atau Batman. Sejak jaman baheula, the Parasite Man alias Manusia Benalu itu ada.
Gampang menandainya. Jika ada seseorang yang kerjanya selalu menempel penguasa yang sedang berkuasa, kemudian jika penguasa itu mulai redup lalu dia pindah menempel ke penguasa baru, nah tak salah lagi dialah si manusia benalu.
Atau untuk lebih mudah mengenalinya, bacalah Twitter atau Facebook atau media sosial lainnya. Jika anda menjumpai nama-nama tertentu yang dulu anda tahu mendukung tokoh partai A seraya memuji-mujinya.
Baca juga: Obrolan Minggu Profesor Amir Santoso: Produk Indonesia
Tapi begitu tokoh dan partai A tsb diganti oleh tokoh dan partai B, maka dia lompat mendukung dan memuji tokoh dari partai B se tinggi langit, maka benar dia lah si benalu itu.
Biasanya si benalu itu tidak hanya memuji tokoh dan partai B melainkan tidak lupa pula mencaci maki tokoh dan partai A yang dulunya dia dukung dan puji.
Namun rakyat biasa seperti kita tidak perlu kuatir akan diganggu oleh si benalu. Sebab yang mereka tempel dan isap hanya penguasa. Soalnya, penguasa itu kan “gemuk” fasilitas dan hartanya.
Rakyat seperti kita mah, apalagi yang miskin, gak bakalan ditempel oleh si benalu. Soalnya apa yang dia mau isap dari rakyat biasa? Emangnya dia mau isap tulang? Palingan hanya dapat sumsum.
Rakyat seperti kita sih hanya bisa bertanya, apakah manusia benalu itu tidak punya urat malu ya? Ya pasti tidaklah. Urat malunya sudah putus.
Baca juga: Obrolan Minggu Profesor Amir Santoso: Ikhwal Keadilan
Sebab mereka tidak menempatkan harga diri, martabat dan kehormatan diri sebagai prioritas hidupnya.
Orientasi utama mereka hanya harta dan jabatan. Mereka rela dicemooh manusia lain demi harta dan jabatan.
Publik yang melihat sepak terjang manusia benalu yang hobi menclok sana sini seperti kutu atau bajing luncat itu, mungkin menghinanya. Tapi si benalu mana mau menggubris pandangan menghina dari publik itu.
Bagi si benalu, yang penting dia bisa nempel lalu menghisap penguasa bagi sebesar-besar kemakmuran dirinya. Peduli amat sama cibiran orang lain. Fokusnya hanya harta dan jabatan. Yang lain mah sebodo amat.
Baca juga:
Apakah manusia benalu tidak bermanfaat bagi kita? Samasekali tidak. Kalau benalu yang beneran sih masih ada yang menganggapnya bisa dipakai mengobati kanker. Tapi manusia benalu itu apa manfaatnya?
Namun bagaimanapun, kita masih bisa memetik hikmah dari sifat dan prilaku manusia benalu itu. Hikmahnya adalah jangan meniru sifat dan kelakuan mereka karena hanya akan meruntuhkan martabat, menghancurkan harga diri dan kehormatan diri dan keluarga.
Baca juga: Obrolan Minggu Profesor Amir Santoso:Hukuman Mati
Jadilah manusia yang teguh berpegang pada prinsip meskipun jaman dan keadaan politik berubah. Keteguhan prinsip itulah yang menjadi dasar ketinggian martabat dan harga diri; bukan yang mencla-mencle ikut arus ombak dan arah angin.
Memang tidak mudah membentuk karakter yang teguh memegang prinsip hidup. Itu membutuhkan kesadaran lalu menumbuhkan kemauan untuk menjadi diri sendiri, bukan menjadi orang lain.
Kita akan jauh dihormati oleh orang lain apabila mampu menjadi manusia yang punya prinsip hidup yang jelas sehingga orang lain dengan mudah bisa memberikan penilaian kepada kita.
Bukankah kita sendiri juga bingung jika kita bertemu dengan orang yang tidak jelas hitam putihnya alias abu-abu?
Memang kehidupan apalagi politik seringkali menarik-narik kita untuk menyesuaikan diri dan memaksa kita menjadi abu-abu.
Tapi percayalah, sikap abu-abu itu sangat tidak terhormat meskipun kita punya banyak harta dan jabatan. Bunglon memang selalu berubah warna untuk mengamankan diri dari sergapan binatang lain. Tapi apa mau kita disamakan dengan bunglon, kutu loncat atau bajing luncat ? (Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).