JADI orang terlalu jujur macam Murni (30), bahaya juga. Punya PIL tetangga kok cerita pada suami, tentu saja Marlan (35), jadi ngamuk. Paryono, 37, yang jadi PIL istrinya langsung disamperi, untuk membuat testimoni. Karena PIL istrinya itu tak mau ngaku, langsung saja dibabat clurit depan istri. Tentu saja buruh pabrik tempe itu wasalam.
Jika bantuan pemerintah bernama BST itu diberikan setiap minggu pun, tak masalah karena tak perlu ada yang dicurigai. Tapi jika bantuan rutin itu diberikan oleh tetangga yang berlainan jenis, harus diwaspadai, siapa tahu ada udang di balik batu. Nampaknya dia rajin memberikan benggol, tapi bisa saja berharap ada barter dengan bonggol. Banyak lho lelaki model begini, kelihatannnya sosial tapi ada target menyasar obyek vital.
Adalah Marlan warga Desa Cakru Kecamatan Kencong (Jember), dia bertetangga dengan Paryono, yang kebetulan juga sama-sama bekerja di pabrik tahu. Namanya kerja di pabrik tahu, rejeki mereka juga sangat tergantung dengan pasang surutnya harga kedelai. Jika pasokan kedelai normal, pabrik bisa produksi tahu dengan lancar, maka penghasilan Marlan Paryono lancar juga. Tapi ketika harga kedelai membubung, tubuh keluarga Paryono-Marlan sama tipisnya dengan tahu hadil produksi pabrik tempat mereka bekerja.
Tapi sesulit-sulitnya ekonomi Marlan, ekonomi Paryono lebih lumayan. Faktanya, dia sering membantu ekonomi Murni istri Marlan. Entah itu untuk beli tempe, entah untuk beli minyak goreng, bahkan beli beras pun kadang Murni memanfaatkan dana talangan asing alias atas bantuan Paryono, lelaki budiman tetangganya. “Terima kasih ya Mas, tapi jangan bilang suamiku lho ya....” pesan Murni wanti-wanti.
Itu artinya BST non Kemenkes itu memang diberikan secara diam-diam. Kenapa mau saja Paryono memberikannya, karena dia jua punya pamrih. Siapa tahu sering memberikan benggol pada Murni, nantinya dapat pelayanan bonggol pula dari Murni yang lumayan cantik dan bodinya masih sekel nan cemekel itu.
Dan ternyata betul, karena sudah berutang budi, sekali waktu Murni memberikan pula pelayanan bodi pada lelaki tetangga itu. Dan sejak itu Paryono semakin rajin memberikan BST pada Murni, meski jumlahnya tak sampai Rp 300.000,- setiap bulan. Soalnya dia terus berharap dapat pula imbalan BAV (Bantuan Alat Vital) dari Murni si tetangga idola.
Belum lama ini Marlan mengeluh pada istrinya, kenapa uang pemberian darinya tak bisa sampai sebulan umurnya. Mulailah Murni bercerita bahwa upah sebagai buruh pabrik dari suaminya tak pernah cukup untuk hidup sehari-hari. “Untung ada Mas Paryono, dia sering memberiku uang.” kata Murni keceplosan.
Hal ini tentu saja bikin kaget Marlan, apa urusannya Paryono ngasih duit pada istrinya? Memangnya Paryono itu Mentri Sosial yang bisa memberikan dana BST pada rakyat tidak mampu? Maka Murni pun diusut, sampai kemudian keluar pengakuan bahwa Paryono memang merupakan PIL-nya, sementara Paryono juga menganggap Murni sebagai WIL. Namanya juga WIL dan PIL, tentu saja keduanya suka jowal-jawil pada wilayah yang sangat nyempil.
Sungguh kecewa Marlan pada Paryono. Maka dia minta agar teman sepekerjaan itu mau ke rumah untuk memberikan testimoni bahwa dirinya memang pernah selingkuh dengan Murni. Tentu saja Paryono tak mau melayani. Dan ternyata jiwa dan karakter Marlan memang keras, tidak seempuk tahu buatan pabriknya.
Sambil membawa clurit Marlan melabrak ke rumah Paryono. Kebetulan saat itu Paryono sedang kongkow-kongkow bersama istri. Tapi ternyata lelaki tetangga itu menolak tuduhan Marlan, sehingga jadi emosi. Clurit diambil dan dibabatkan ke kepala Marlan. Tentu saja langsung ambruk dan Marlan pun ditangkap.
Kejujuran Murni harus dibayar mahal oleh Paryono. (Tribun/Gunarso TS)