HIRUK pikuk belakangan ini cukup bikin bising.Terutama karena ulah partai. Ada yang dengan senang hati masuk partai, ada yang tidak dengan senang hati karena dipecat sebagai anggota partai. Ada yang marah dan gregetan, karena merasa dikudeta. Ada yang dengan kompak bikin KLB. Lalu jadilah partai berbelah, dan punya dua pimpinan.
“Begitulah politik, yang dulu kawan sekarang jadi lawan,” ujar sahabat Bang Jalil dari jarak jauh.
“Untung ibu nggak masuk politik,” komentar istri Bang Jall.
“Memang siapa yang mau menerima emak-emak kayak Ibu?“ goda Bang Jalil.
Baca juga: Hidup Itu Hitam Putih, Gelap Terang
Bang Jalil kemudian angannnya melayang kesana kemari, ketika di satu negera ‘antah berantah’ . Kalau mau dipikir lucu juga yang ada di dunia politik. Mereka pada gaduh, ribut. Saling mencaci maki. “Situ tentara, saya juga tentara. Situ sudah tua, saya masih muda,” kata yang satu. "Ya, tapi gue jenderal, tau!” nggak mau kalah yang tua. Waduh, gimana mau pimpin rakyat kalau mimpin diri sendiri saja pada nggak bisa?
Dalam kondisi negara perlu bantuan para cedekiawan, orang-orang pandai, ketika negeri sedang menangis karena wabah yang sudah merenggut jiwa sekian banyak, dan masih belum juga usai. Eh, malah pada bikin drama sendiri.
Ya, sebenanya siapa saja, apakah pensiunan, mantan pejabat, kan mereka pernah menikmati kekayaan negara, dan nggak bisa dipungkiri ada yang hartanya masih melimpah sampai saati ini. Betul, apa betul?
Baca juga: Drama Mengharukan Satu Babak
“Seharusnya gotong royong membantu negeri yang sedang kesusahan,” kata istri Bang Jalil. "Ibu mau keluar, bergabung sama emak-emak!”
“Ngapain?” tanya sahabat.