Kemudian beralih kepada ahli waris, yaitu Etty Widjaja, Lie Tjie Hian, Damiri H.Sadjim, Lie A Tjun, Anyo, Jaya alias Lie Kun yang berdasarkan surat ketetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 19/PDT/P/1991 tanggal 28 Januari 1991.
Kemudian seorang pengacara bernama Herry Thung (almarhum) menawarkan jasa kepada pewaris untuk dibuatkan sertifikat. Namun justru Herry Thung membuat sertifikat hak guna bangunan sebagian tanah tersebut atas nama sendiri dengan luas 4.995 M2 dan atas istrinya, Juliana Wairaraseluas 3000 M2.
Baca juga: Tim Satgas Mafia Tanah Polda Metro Akan Tindak Tegas Sindikat Mafia Tanah di Jakarta
Herry Thung melakukan penjualan fiktif tanah tersebut kepada sopir atas nama Sony Febrimas dan Herry Thung menjual lagi tanah tersebut kepada PT Anugerah.
Kemudian PT. Anugerah meminjam uang ke salah satu perusahan dan kemudian sertifikat tersebut ditebus oleh PT. Proline Finance. Namun PT. Proline Finance tidak bisa melakukan pelelangan tanah tersebut karena masih bersengketa. Dalam perkara ini ahli waris telah memenangkan gugatan dengan kekuatan hukum tetap atau In Kracht.
"In Kracht berdasarkan putusan pengadilan negeri Jakarta Barat nomor 179/PDT.G/2002/PN.Jkt.Bar tanggal 21 November 2002 Jo putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta No 287/PDT/2003/PT.DKI tanggal Desember 2003 Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No 1784 K/PDT/2004 tanggal Juni 2005 Jo Putusan Peninjaun Kembali Mahkamah Agung RI No 173 PK/PDT/2006 tanggal 9 November 2006," tegas Febriansyah.
Baca juga: Polda Metro Jaya Gelar Rakor dengan Kementerian ATR/BPN Terkait Kasus Mafia Tanah
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Adi Hidayat saat dihubungi belum memberikan jawaban terkait kasus tersebut. (ilham/tri)