Ombudsman: Kebijakan e-toll Menambah Beban Biaya Pengeluaran Masyarakat

Jumat 05 Mar 2021, 21:55 WIB
Komisioner Ombudsman RI 2021-2026 Hery Susanto. (rizal)

Komisioner Ombudsman RI 2021-2026 Hery Susanto. (rizal)

JAKARTA - Pemerintah dewasa ini fokus pada pembangunan infrastruktur jalan. Pembangunan tersebut di samping memicu pertumbuhan ekonomi, juga mengintegrasikan antarwilayah guna memperkuat NKRI.

Pembangunan jalan tol dikembangkan di wilayah trans-Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. 

Pembangunan infrastruktur membutuhkan pembiayaan besar. Dalam pelaksanaannya pemerintah menggandeng pihak swasta dengan cara privatisasi. Pembangunan jalan tol berimplikasi terhadap aspek sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan.  

Baca juga: Airlangga Hartarto : Partai Golkar Siap Pimpinan Koalisi Besar Pada Pilpres 2024

Dalam rangka menindaklanjuti UU Cipta Kerja Kementerian PUPR sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Kelima Atas PP No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol.

Komisioner Ombudsman Hery Susanto  menyampaikan pokok-pokok pikiranya terkait konsultasi publik yang membahas RPP Jalan Tol pada Kamis 4 Pebruari 2021 di Hotel Santika BSD City Serpong, Banten. yang digelar Kementerian PUPR Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.

"Jalan tol merupakan barang publik (public good) yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi (quasi good) tentu erat kaitannya dengan pelayanan publik," kata Hery Susanto,  Jumat (5/3/2021).

Baca juga: AHY: KLB Sibolangit Ilegal dan Inkonstitusional, Faktanya Seluruh Ketua DPD Partai Demokrat Tidak Ikut

Hery   lanjutnya, UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik harus dimasukkan dalam klausula RPP Jalan Tol.

"RPP harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik, yakni  kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban," urainya.

Hery mengingatkan, keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni sebagai berikut Kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi. Terutama kemacetan yang semakin sulit diatasi.

Baca juga: Periahal Pengungkapan Lahan Ganja, Ketua MPR RI, Bamsoet Apresiasi Kinerja Sat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat

"Kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang.  Melaju di ruas jalan tol mana pun belum nyaman," ucapnya.

"Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi," ungkap Hery Susanto, yang menjadi Komisioner Omudsman RI 2021-2026.

Kebijakan tarif naik setiap dua tahun sekali, pemerintah tidak fair karena SPM sudah tak terpenuhi.  Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif tol semakin mahal dan setiap dua tahun naik terus.

Baca juga: Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi Bakal Disanksi Sanksi Diinsentif Tarif Parkir Tertinggi 7.500 Per Jam

"Pemerintah harus segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya," bebernya. 

Jika dalam penyusunan RPP Jalan Tol ini tidak mengakomodir aspirasi publik, bahkan dalam pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip pelayanan publik (UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik) maka dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik.  

"Pada gilirannya hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui Ombudsman RI dalam kaitannya dengan praktek maladministrasi di substansi penyelenggaraan jalan tol," tutupnya. (rizal/win)

Berita Terkait

News Update