"Ada bentrok, ada kebakaran, ada pengrusakan. Dasarnya ya saya melihat dari situ. Kalau kita enggak melaporkan, akan ada timbul yang lebih besar terutama para buruh yang terprovokasi oleh terdakwa," jelasnya.
Ia pun menerangkan bahwa faktor yang membuat masyarakat terprovokasi untuk berbuat keonaran karena faktor sosok Jumhur Hidayat yang memiliki pengaruh.
"Menurut saya waktu ketika seseorang itu punya pengaruh, dampak, ketika dia mengungkapkan suatu pendapat, itu akan memicu khususnya kepada masyarakat yang pro sama pendapatnya," jelasnya.
"Karena sosok tokoh yang punya pengaruh tidak berhati-hati menggunakan media sosialnya, itu akan melahirkan hal-hal negatif," lanjutnya.
Agenda sidang sebelumnya, mendengar kesaksian dari pelapor pertama, yakni Febrianto yang juga mengutarakan keresahannya karena dua tweet dari Jumhur Hidayat yang dianggap hoaks dan memicu polemik di masyarakat.
Sebelumnya, Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya via media sosial Twitter ihwal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Lewat tweet-nya itu, Jumhur juga dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik dan berujung kepada aksi demonstrasi di Jakarta pada 8 Oktober 2020. Demo pun berakhir ricuh. (cr02/mia)