ADVERTISEMENT
Kamis, 4 Maret 2021 10:20 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Pemikiran dan tindakan para radikalisme-terorisme bisa menjangkiti siapa pun. Tak terkecuali lulusan sekolah abdi negara, STPDN, atau yang kini menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Hal inilah yang terjadi kepada Yudi Zulfahri. Kendati dididik oleh para tenaga pengajar sekolah ikatan dinas milik negara, setelah lulus ia justru melawan negara.
Yudi memilih bergabung dengan kelompok teroris Aman Abdurrahman dan Dulmatin, bahkan ketika ia masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS) atau yang sekarang disebut Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Tahun 2007 saya bergabung dengan Aman Abdurrahman, saya sebagai aparatur negara memilih keluar dan ingin mengawal negara, saya di Aceh dipercaya sebagai korlap, mungkin karena saya sudah mengenali wilayah Aceh," ujar Yudi, dalam diskusi terkait intoleransi, radikalisme dan terorisme yang digelar Baintelkam Polri bersama Lapas dan napiter Cipinang, Rabu (3/3/2021).
Baca juga: Perjuangan Eks Napiter Bangkitkan Jiwa Sosial dan Kemanusian
Menurut Yudi, semenjak bergabung dengan kelompok teroris, kebenciannya terhadap NKRI begitu besar. Ilmu yang ia dapat selama di IPDN pun, berganti dengan doktrin yang diajarkan Aman Abdurrahman.
"Tahun 2010 saya ditangkap dengan status saya masih PNS aktif, tapi saya tidak takut dan tidak merasa salah saya ikhlas dan mereka ini pun bentuk perjuangan saya," tuturnya.
Di penjara, ia bertemu Ali Imron, terpidana kasus terorisme yang memilih kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Nasihat-nasihat Ali kerap disampaikan, dan terngiang di ingatan Yudi.
"Saya dulu mendapat kesesatan berfikir, semakin saya mendekatkan diri dengan Allah semakin belajar agama semakin timbul kebencian, semakin timbul rasa ingin perang," tuturnya.
Baca juga: Police Goes To Kampus, Polres Jakbar Hadirkan Mantan Napiter
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT