Pengacara Jumhur Hidayat : Saksi dari JPU tak Layak

Kamis 04 Mar 2021, 23:10 WIB
Suasana Sidang Jumhur Hidayat di PN jaksel. (cr02)

Suasana Sidang Jumhur Hidayat di PN jaksel. (cr02)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk aktivis Komisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jumhur Hidayat yang jadi terdakwa atas perkara penyebaran berita hoaks tentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law menilai bahwa saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bernama Husein Shihab tidak lah layak.

Salah satu penasihat hukum Jumhur Hidayat, Oky Wiratama menjelaskan bahwa saksi lebih banyak membeberkan pendapat pribadi ketimbang fakta.

"Jadi memang saksi fakta harusnya adalah saksi yang melihat, mendengar dan mengetahui, namun tadi pada saat dipersidangan justru saksi fakta banyak membicarakan terkait dengan pandangan dia pribadi," katanya kepada wartawan di depan Ruang Sidang Utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021).

Ia pun menilai bahwa saksi tak pantas menyampaikan pandangan pribadinya, sebab dia bukan berstatus sebagai saksi ahli melainkan sebagai saksi fakta.

"Jadi dia enggak punya kapasitas sebenarnya mnejawab pandangan dia karena dia bukan ahli, kecuali dia ahli baru bisa," jelasnya.

Baca juga: Kemnaker Terus Sosialisasikan Empat Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja

Saksi fakta, lanjut dia, mestinya lebih menyatakan apa yang dilihat dan yang didengar bukan malah mengatakan pandangan pribadi.

"Karena dia saksi fakta harusnya adalah yang saya lihat, yang saya baca, yang saya dengar, yang saya ketahui, sebatas itu. Jadi dia enggak punya kapasitas sebagai saksi sebenarnya untuk itu," pungkasnya.

Agenda sidang tadi yakni pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Saksi yang dihadirkan ada dua namun yang baru diperiksa ada satu orang saksi yakni, Husein Shihab selaku teman dari pelapor, Febrianto.

Sebelumnya, Jumhur Hidayat didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya via media sosial Twitter ihwal UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Lewat tweet-nya itu, Jumhur juga dianggap membuat masyarakat menjadi berpolemik dan berujung kepada aksi demonstrasi di Jakarta pada 8 Oktober 2020. Demo pun berakhir ricuh.

Berita Terkait
News Update