Kritik sejumlah fraksi di DPR terhadap Perpres No 10 Tahun 2021 menunjukkan kerja eksekutif dalam urusan legislasi khususnya dalam membentuk aturan pendelegasian yang notabene amanat UU tidak berjalan.
"Kami mendorong ke depan perlu diatur mekanisme pengawasan DPR secara rigid terhadap pemerintah dalam penyusunan aturan turunan dari sebuah UU," saran Tholabi.
Baca juga: PKS Desak Pemerintah Batalkan Perpres Legalisasi Miras, Jangan Sampai Kebijakan Kehilangan Arah
Tholabi menyebutkan polemik Perpres No 10 Tahun 2021 ini harus tetap ditempatkan dalam perdebatan konstitusional, untuk mengurangi perdebatan publik yang kontraproduktif. Ketentuan yang mengatur mengenai investasi di industri minuman keras dapat diujimateri ke Mahkamah Agung (MA).
"Kami menyarankan perdebatan mengenai Perpres No.10 Tahun 2021 ini dapat diujimaterikan di Mahkamah Agung (MA). Meski, harus dicatat, keberadaan Perpres ini merupakan perintah dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," tegasnya.
Mengenai substansi dalam Perpres tersebut, terutama mencermati reaksi kelompok agamawan atas terbitnya Perpres ini, Tholabi berpendapat ketentuan mengenai investasi di industri minuman keras yang mengandung alkohol agar ditinjau ulang oleh pemerintah.
"Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik itu harus berpijak pada filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Nah, dari perspektif tersebut Perpres No 10 tahun 2021 ini menimbulkan kontradiksi," tegasnya. (rizal/ys)