Soal Investasi Industri Miras, Begini Pandangan Dekan Fakultas Syariah UIN Jakarta

Selasa 02 Mar 2021, 10:50 WIB
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie. (ist)

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie menanggapi Perpres No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Penanaman Modal. Ia mengatakan, Perpres No. 10 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Polemik Perpres No 10 Tahun 2021 ini merupakan konsekuensi dari proses penyusunan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dalam proses penyusunannya tahun lalu banyak disoal oleh publik," ujar Tholabi saat dihubungi, Selasa  (2/3/2021). 

Ahmad Tholabi Kharlie menilai, dampak nyata dari keberadaan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini memberi implikasi nyata dalam aturan turunan di bawahnya.

Baca juga: Pengamat: Langkah Jokowi Menerbitkan Perpres untuk Izin Investasi Industri Miras, Tidak Aspiratif

Ia membandingkan UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang melahirkan aturan turunan Perpres No 44 Tahun 2016 dengan UU No 11 Tahun 2020 dengan aturan turunan Perpres No 10 Tahun 2021. 

"Dari dua aturan turunan tersebut terjadi perbedaan yang signifikan, khususnya dalam menempatkan industri minuman keras yang mengandung alkohol. Jika di Perpres No 44 Tahun 2016 masuk klasifikasi daftar bidang usaha tertutup, sedangkan di Perpres No 10 Tahun 2021, industri minuman keras mengandung alkohol masuk dalam kategori daftar bidang usaha persyaratan tertentu," papar Tholabi. 

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menilai, dalam Pasal 6 Perpres No 10 Tahun 2021 disebutkan semua jenis penanam modal diperbolehkan investasi di jenis usaha ini dengan persyaratan penanaman modal untuk Penanam Modal dalam negeri, persyaratan Penanaman Modal dengan pembatasan kepemilikan modal asing dan persyaratan Penanaman Modal dengan perizinan khusus. 

"Persyaratan untuk penanaman modal di industri miras ini dibatasi pada wilayah tertentu yakni Bali, NTT, Sulawesi Utara, Papua dan dimungkinkan daerah lain dengan syarat ditetapkan oleh Kepala BPKM atas usulan gubernur," ungkap Tholabi. 

Baca juga: Sekjen Muhammadiyah Soroti Perpres Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Izin Investasi Miras

Terkait dengan polemik yang muncul dari Perpres No 10 Tahun 2021 ini, yang juga disoal oleh sejumlah fraksi di DPR, Tholabi berpendapat hal tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan dari DPR dalam penyusunan aturan turunan sebuah undang-undang.

"Fungsi pengawasan yang dimiliki DPR khususnya dalam urusan legislasi eksekutif sangat lemah. Padahal, penyusunan aturan turunan oleh eksekutif merupakan bagian tak terpisahkan dari kerja pemerintah yang harus diawasi oleh DPR. Ini amanat konstitusi," tegas Tholabi.

Berita Terkait

News Update