ADVERTISEMENT
Senin, 22 Februari 2021 20:02 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra memberikan catatnya terkait adanya wacana Kapolri menerbitkan surat telegram (STR) untuk jadi pedoman bagi para penyidik dalam menerima kasus-kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Yang salah satunya akan diatur terkait laporan bersifat delik aduan yang hanya bisa dilakukan oleh korban secara langsung. Terhadap hal ini perlu didukung, guna menghindari tumpukan laporan dan kesannya fenomena saat ini para pihak berperkara asal lapor. Serta kedepan perkara yang menggunakan UU ITE harus mengedepankan mediasi antara pelapor dan terlapor," ucap Azmi Syahputra, Pakar Hukum Pidana sekaligus Dosen dari Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra, Senin (22/2/2021).
Azmi mengatakan, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Delik yang memberikan batasan kewenangan untuk melakukan penuntutan. Karena dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut otortitasnya ada pada persetujuan dari yang dirugikan dalam hal ini korban.
"Karena korbanlah yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya," katanya.
Baca juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Bakal Terbitkan Surat Telegram Khusus UUITE
Oleh karena itu, lanjut Azmi, sangat penting perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan hak korban inilah yang harus dijaga. "Bukan pula kepada orang lain karena orang lain tidak dapat menilai rasa yang sama seperti penilaian dan yang dirasa korban, malah orang lain ini bisa jadi 'penumpang gelap' yang ikut nebeng atas sebuah masalah," bebernya.
Misal, ungkap Azmi, jika dilihat pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pidana dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut. Harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Sehingga Pasal ini baru dapat dituntut sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.
"Delik aduan ini juga diperkuat setelah adanya perubahan, ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE yang merupakan tindak pidana pencemaran dan atau penghinaan nama baik adalah delik aduan dan norma hukum ini. juga telah dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, dimana Putusan tersebut terkait penegasan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan," katanya.
Jadi, lanjutnya, regulasi UU ITE yang direvisi sudah sejalan dan patut didukung rencana Kapolri dimaksud. Apalagi diketahui, dalam perkara pidana, polisilah sebagai pintu gerbang pertama yang berwenang dalam memilah dan menentukan sebuah peristiwa pidana atau bukan.
"Dan gagasan tentang STR guna pedoman dalam kasus ITE tersebut juga diatur dalam KUHAP dimana polisi sebagai penyelidik dapat mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bertanggung jawab (Pasal 5 angka 1 a4) dalam hal ini dalam kasus ITE harus korban langsung yang melaporkan," tutup Azmi Syahputra. (rizal/mia)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT