Oleh Harmoko
BANYAK falsafah kepemimpinan yang bisa menjadi rujukan. Negeri kita pun kaya dengan falsafah kepemimpinan yang telah ditorehkan oleh para tokoh besar sejak era kerajaan, perjuangan hingga saat sekarang.
Dalam filosofi Jawa, cukup banyak dikenal di antaranya falsafah kepemimpinan Sultan Agung. Selain Astabrata, Tribrata, dan model kepemimpinan Mahapatih Gajah Mada.
Dalam falsafah kepemimpinan Sultan Agung seperti diulas dalam “Serat Sastra Gendhing”, terdapat tujuh pedoman untuk menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya.
Baca juga: Menyelaraskan Keadaan
Sekadar mengingat, dalam literatur disebutkan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645)
adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645.
Kerajaan Mataram Islam mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung dengan wilayah kekuasaan mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, serta daerah Sukadana di Kalimantan Barat.
Hasil sejumlah riset para ahli juga menyebutkan keteladanan Sultan Agung dalam memimpin masyarakat dan mengelola negara, bisa menjadi inspirasi para pemimpin di era kini, di semua tingkatan.
Baca juga: Perlu Bijak dan Kompak
Ketujuh pedoman kepemimpinan Sultan Agung, dua di antaranya sbb:
Pertama: bahni bahna amurbeng jurit - seorang pemimpin harus selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.