Menyelaraskan Keadaan

Senin 15 Feb 2021, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

IBARAT menabuh gamelan perlu adanya keselarasan, keserasian, kesepahaman dan kebersamaan. Begitu juga hendaknya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 Kita tahu, gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional Jawa. Alat musik tertua sejak abad ke-8 Masehi yang dibuktikan dari penemuan relief gamelan pada dinding Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Seperti dikatakan para ahli dalam sejumlah literatur, pada beberapa bagian dinding Candi Borobudur dapat dilihat jenis instrumen gamelan seperti kendang bertali yang dikalungkan di leher. Ada juga saron dan gambang.

Baca juga: Perlu Bijak dan Kompak

Pada Candi Prambanan (disebut juga Candi Roro Jonggrang) dapat dilihat relief  beberapa alat musik di antaranya kendang silindris, dan suling.

Yah, gamelan terdiri dari beragam jenis alat musik seperti gambang, kempul, kenong, saron, kendang, gong, bonang, celempung, gender serta suling.

Masing-masing jenis memiliki instrumen dengan karakter suara yang berbeda-beda. Masing-masing alat memiliki fungsi sendiri-sendiri. Cukup beragam, tetapi jika ditabuh dengan keselarasan dan kesepahaman oleh para penabuh gamelan (pengrawit) akan menghasilkan harmonisasi suara merdu menenangkan jiwa mereka yang mendengarnya.

Baca juga: Melestarikan Kekayaan Alam

Tak ubahnya masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang, masyarakat majemuk dengan beragam karakter. Kemajemukan dan keberagaman inilah sebagai penguat persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI. Tentu, jika dijaga dan dirawat, bukan diperdebatkan, apalagi dipertentangkan.

Jika masing-masing individu menjalankan peran dan fungsinya masing-masing, sesuai porsinya, haknya, dan kapasitasnya. Dalam menjalankan perannya, terdapat harmonisasi, ada keselarasan, bukan bertabrakan, bukan juga saling mendahului, lebih-lebih melanggar etika dan norma.

Sama seperti menabuh gamelan. Para pengrawit akan patuh menabuh alat musik pada saatnya (gilirannya), tidak saling mendahului, menabuh sesuai porsinya ( keras tidaknya, frekuensinya). Meski bisa menabuh berkali-kali dan lebih keras lagi, tetapi itu dihindari karena sadar jika dilakukan akan menimbulkan suara sumbang, disharmoni.

Baca juga: Aman dan Berdaulat

Yang dapat kita maknai, saat pengrawit memainkan gamelan, mereka dapat belajar menahan emosi dan bekerja sama saling mengerti dan memahami dengan penabuh lainnya untuk memainkan nada yang diinginkan.

Begitu pun dalam kehidupan bermasyarakat. Kita sebagai warga negara, di mana pun lingkungan kita berada, perlu menyelaraskan diri. Dalam menjalankan tugas, hak dan kewajibannya menyesuaikan dengan porsinya, mengikuti etika dan norma yang berlaku di lingkungan ia berada.

Menyelaraskan berarti mampu menjaga diri dari ucapan, perilaku perbuatan yang sekiranya dapat menimbulkan ketersinggungan, pertentangan, dan perseteruan sebagai embrio perpecahan.

Baca juga: Kemandirian Pangan Berbasis Kearifan Lokal

Menyelaraskan berati pula mampu menempatkan diri, kapan harus berbicara, mengkritik, menyampaikan aspirasi, apa yang pantas diaspirasikan dan kepada siapa disampaikan agar tidak salah arah dan sasaran.

Kapan pula harus bergerak dan bertindak demi kebaikan dan kemajuan, bukan menciptakan keburukan dan kemunduran.

Menyelaraskan kehidupan seperti ini merupakan ajaran para leluhur sebagaimana telah diamanatkan dalam pedoman hidup bangsa kita, Pancasila.

Baca juga: Ketahanan Pangan Bukan Sebatas Kebutuhan

Ada pesan moral: “Menempatkan segala sesuatu dalam keseimbangan itu baik, tetapi menempatkan semuanya lebih selaras itu akan lebih baik lagi.”

Mari kita selaraskan keadaan demi kehidupan lebih baik lagi, setidaknya untuk diri sendiri. (*)

Berita Terkait

Kebijakan Mengakar

Senin 29 Mar 2021, 07:00 WIB
undefined

Jangan Berpuas Diri Karena Sanjungan

Kamis 01 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

Menyerap Suara Rakyat

Senin 05 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

Pantang Menyerah

Senin 19 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

News Update