JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta pemerintah menindak perusahaan batu bara yang tidak komitmen melaksanakan ketentuan domestik market obligation/DMO (pemenuhan pasar domestik).
Menurutnya, pemerintah harus bisa mengendalikan besaran kapasitas batu bara untuk keperluan dalam negeri dan untuk ekspor. Jangan sampai di saat harga batu bara internasional naik, sebagian besar lari menuju pasar ekspor. Akibatnya beberapa pembangkit listrik tenaga uap milik PLN dan swasta mengalami kesulitan bahan bakar.
"Dalam kondisi harga pasaran batu bara internasional naik produsen batu bara cenderung mengambil keuntungan (wind fall) dari kenaikan tersebut dengan menjual produk mereka ke pasar ekspor ketimbang pasar domestik," kata Mulyanto usai kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke PLTU Suralaya, Banten, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: DPR Desak Pemerintah Kurangi Pembangkit Listrik Batu Bara
Hadir dalam kunjungan kerja tersebut Direksi PLN, Dirut Indonesia Power dan Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM.
Mulyanto mendesak pemerintah untuk konsisten dengan kebijakan DMO batu bara dan mengendalikan pengusaha batu bara agar tetap mendahulukan kewajiban melayani kebutuhan pasar dalam negeri di samping mengambil keuntungan besar di pasar internasional.
"Sebab, kalau semangat pengusaha batu bara yang seperti ini diteruskan bisa-bisa PLTU kita padam," jelas Mulyanto.
Baca juga: Tersengat Listrik PLTU-1 Riau Pejabat dan Pengusaha Tumbang
Berdasar hasil kunjungan tersebut, Mulyanto mendapat laporan bahwa sejak Desember 2020, cadangan batu bara di PLTU Suralaya menipis. Persediaan cadangan hanya cukup untuk 5 hari operasi. Padahal pada saat kondisi normal cadangan batu bara tersebut bisa untuk 15 hari operasi PLTU.
Terkadang untuk menjaga agar PLTU Suralaya tetap beroperasi terpaksa harus membakar BBM yang biayanya lebih mahal.
"Ini kondisi yang cukup riskan bagi ketahanan energi nasional. Karenanya pemerintah harus bersikap tegas," tegas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.