Oleh Harmoko
Era sekarang, lebih-lebih di masa pandemi ini, tuntutan produk pangan tidak sebatas pada kuantitas yang terpenuhi, tetapi tersedianya pangan berkualitas lebih dari mencukupi.
Pangan disebut berkualitas, jika dalam kondisi aman dikonsumsi. Aman berarti tidak tercemar dari penyakit, tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia, tidak pula menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pangan disebut berkualitas, jika sehat alami, penuh gizi dan bernutrisi yang saaat ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan imunitas sebagai bagian dari upaya mencegah penularan Covid-19.
Negeri kita dikenal sebagai negara agraris yang memiliki beragam potensi sumber daya alam, bahan pangan yang melimpah ruah. Terdapat banyak bahan pangan yang sehat alami, penuh nutrisi dan aman untuk dikonsumsi.
Baca juga: Kemandirian Pangan Berbasis Kearifan Lokal
Persoalannya kemudian adalah bagaimana mengelola sumber daya alam agar lebih bermanfaat bagi masyarakat kita. Tak hanya terpenuhi jumlahnya, tetapi menikmati pangan berkualitas hasil produk dalam negeri dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal, bukan makanan berkualitas tapi impor.
Itulah sebabnya perlu dikembangkan keanekaragaman pangan melalui tata kelola pangan yang mengedepankan kedaulatan pangan.
Yah, kita harus berdaulat. Tema kedaulatan pangan kita singgung untuk melengkapi dua tulisan sebelumnya, soal ketahanan pangan dan kemandirian pangan.
Negara disebut "daulat pangan” jika tidak mengandalkan impor pangan dari negara lain, terhindarkan dari praktik monopoli dan korporasi.
Baca juga: Ketahanan Pangan Indonesia di Awal 2021 Bermasalah, Karena Ketergantungan Terhadap Impor