JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Resmi sudah Aula dan Masjid Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bernama KH. Abdurrahman Wahid. Hal ini karena KH Abdurrahman Wahid atau yang dikenal akrab dengan nama Gusdur dinilai sebagai sosok yang berkontribusi pada sejarah pembelaan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Penyematan nama itu bertepatan dengan hari lahir ke-95 organisasi muslim terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama, dilakukan oleh BP2MI Benny Rhamdani bersama Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, di kantor BP2MI, Minggu (31/1/2021).
"Nahdhatul Ulama melahirkan tokoh-tokoh besar yang memiliki peran dan kontribusi besar bagi Indonesia, salah satunya Guru Bangsa, tokoh yang memiliki keberpihakan bagi wong cilik, rakyat jelata, kaum tertindas, kaum minoritas dan kaum lemah, yakni KH Abdurrahman Wahid," jelas Kepala BP2MI, Benny Rhamdani.
Gusdur, lanjut Benny, memiliki sejarah pembelaan terhadap PMI, atau dikenal sebelumnya sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Gusdur mengajarkan kepada kita semua bahwa pelindungan tidak cukup dengan retorika, namun yang paling penting adalah tindakan nyata.
"Ketika masih hidup, Gusdur selalu hadir dan menjadi tumpuan harapan bagi para PMI dan keluarganya yang kerapkali mengalami ketidakadilan dan ketidakberpihakan," ujar Benny.
Benny menjelaskan, sejarah mencatat langkah-langkah konkret yang dilakukan Gusdur, di antaranya ketika memperjuangkan nasib Siti Zaenab, seorang PMI asal Desa Martajasah, Bangkalan, Madura, yang bekerja di Arab Saudi dan terancam hukuman mati.
Baca juga: BP2MI Tahun 2021 Akan Prioritaskan Negara yang Menjamin Keselamatan Pekerja Indonesia
Gusdur langsung berdiplomasi dengan Raja Arab dan kemudian berhasil meloloskan PMI tersebut dari hukuman mati pada tahun 1999, dan bahkan kemudian keluarga Siti Zaenab tersebut diundang langsung ke Istana.
Kedua, Rumah Gusdur di Ciganjur yang selalu terbuka untuk PMI, bahkan pernah ada 100 orang PMI korban deportan dari Malaysia yang dipulangkan tanpa digaji setelah bekerja berbulan-bulan ditampung di Ciganjur pada tahun 2005 setelah diplomasi Gusdur bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak.
Ketiga, kasus PMI Adi bin Asnawi, PMI asal Desa Kediri, Lombok Tengah, NTB yang terancam hukuman mati atas tuduhan terlibat pembunuhan majikannya di Malaysia. Gusdur langsung menyurati Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi setelah proses hukum yang panjang dari tahun 2002-2010 untuk membebaskan Adi bin Asnawi, dan pada akhirnya PMI Adi tersebut dipulangkan ke Indonesia pada 9 Januari 2010.