JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – DPR dan Pemerintah akan membahas RUU tentang Pemilu.
Salah satu yang krusial dalam RUU itu berkaitan dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Dalam RUU tentang Pemilu disebutkan, ambang batas parlemen 5 persen dan ambang batas pencalonan presiden 20 persen.
"Kalau usulan ambang batas tersebut disetujui oleh DPR, tentu hal itu hanya menguntungkan partai besar. Partai besar akan semakin mapan menghuni Senayan. Mereka ini akan terus mempertahankan status quo," kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul,M. Jamiluddin Ritonga, Jumat (22/1/2021)
Baca juga: Fraksi PAN: RUU Pemilu Bagian dari Penataan Sistem Kepemiluan
Karena itu, paparnya, partai besar akan terus berupaya meningkatkan ambang batas parlemen dari pemilu ke pemilu. Dengan cara demikian, partai menengah dan partai gurem tinggal menunggu waktu terpental dan Senayan.
Kalau hal itu terjadi, ucap Jamiluddin, heterogenitas rakyat Indonesia akan semakin tidak tercermin di Senayan. Prinsip kebhinekaan terus tergerus dari pemilu ke pemilu dan tidak menutup kemungkinan pada suatu saat akan hilang dari Senayan.
"Tentu anak negeri yang cinta demokrasi tidak akan menghendaki hal itu terjadi. Karena itu, harus diupayakan partai menengah dan gurem agar tetap eksis di Senayan," katanya.
Untuk itu, ambang batas parlemen perlu dikembalikan menjadi 2,5 persen, seperti yang berlaku pada pileg 2009. Kalau ini dapat disepakati, selain tidak banyak suara yang terbuang, juga akan semakin banyak partai yang masuk ke Senayan.
Baca juga: PAN: Pilkada Serentak Bareng Pemilu Nasional Paling Mungkin di 2026 atau 2027
"Semua partai yang masuk Senayan, idealnya diberi hak untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Jadi, kalau ada 10 partai yang masuk Senayan, maka akan ada 10 pasang calon presiden dan wakil presiden yang wajib diajukan pada pilpres," bebernya.