CUACA ekstrem kini tengah melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Begitu pula bencana alam mulai dari gempa bumi, longsor dan banjir beruntun terjadi. Korban jiwa berjatuhan, permukiman warga serta harta benda benda penduduk pun porak poranda.
Sebagai catatan, bencana longsor di Sumedang, Jawa Barat, merenggut nyawa 40 orang termasuk Danramil Kecamatan Cimanggung, Sumedang, Kapten (Inf) Setio Pribadi serta Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sumedang, Yedi.
Lalu, gempa kuat mengguncang Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat, hingga menelan korban jiwa 84 penduduk dan ratusan lainnya luka-luka. Sekitar 15.000 warga harus tinggal di pengungsian. Sedangkan di Kalimantan Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, ribuan rumah terendam banjir.
Baca juga: Kesetiakawanan Sosial di Tengah Bencana
Di wilayah Jabodetabek, meski cuaca belum terlalu ekstrem, namun longsor terjadi di wilayah Puncak, Jawa Barat. Ancaman banjir juga mengintai Jakarta bila cuaca ektrem dan hujan deras mengguyur wilayah hulu dan hilir. Bencana hidrometeorologi ini kian mengkhawatirkan di tengah krisis kesehatan pandemi Covid-19.
Fenomena alam tidak bisa dicegah. Yang bisa dilakukan adalah meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Mitigasi secara konprehensif harus disiapkan secara matang melibatkan semua lini dan semua elemen masyarakat. Kesiapan infrastruktur dan perangkat pemerintah mungkin telah dilakukan.
Namun kesiapan masyarakat menghadapi bencana baik banjir, angin puting beliung atau pun longsor di Ibukota perlu dimatangkan. Di musim penghujan saat ini ancaman banjir ada di depan mata. Edukasi dan sosialisasi kepada warga harus gencar dilakukan guna meminimalisir dampak bencana.
Baca juga: Prokes di Tengah Darurat Bencana
Upaya mitigasi bencana harus terus disosialisasikan agar warga siaga menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi. Kita tentu tidak ingin bencana datang, tetapi wajib siaga. Sedia payung sebelum hujan. **