KLHK: Banjir Kalsel Terutama karena Anomali Cuaca, Bukan Soal Luas Hutan di DAS Barito

Kamis 21 Jan 2021, 07:03 WIB
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK MR Karliansyah.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK MR Karliansyah.

JAKARTA – Pihak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) menegaskan banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan (Kalsel) disebabkan oleh anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di DAS Barito wilayah Kalsel.

DAS Barito Kalsel  seluas 1,8  juta hektar hanya merupakan sebagian dari DAS Barito Kalimantan seluas 6,2 juta hektar.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), MR Karliansyah, Rabu (20/01/2021).

Baca juga: Bulog Salurkan Paket Bantuan Presiden untuk Korban Banjir di Kalsel

Menurutnya, DAS Barito Kalsel secara kewilayahan hanya mencakup 40 Persen kawasan hutan dan 60 persen areal  penggunaan lain (APL) bukan hutan.

Kondisi  wilayah DAS Barito Kalsel tidak sama dengan  DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan. Sangat jelas bahwa banjir  pada DAS Barito Kalsel yaitu pada  Daerah Tampung Air (DTA)  Riam Kiwa, DTA Kurau dan DTA Barabai karena curah hujan ekstrim, dan sangat mungkin dengan recurrent periode 50 hingga 100 tahun.

''Penyebab utamanya terjadi anomali cuaca dengan curah hujan sangat tinggi. Selama lima hari dari tanggal 9-13 Januari 2021, terjadi peningkatan 8-9 kali lipat curah hujan dari biasanya. Air yang masuk ke sungai Barito sebanyak 2,08 miliar m3, sementara kapasitas sungai kondisi normal hanya 238 juta m3,'' ungkap Karliansyah saat media briefing virtual, Selasa (19/01/2021).

Baca juga: Banjir Kalimantan Selatan, Jokowi Sebut Sungai Barito Meluap Setelah 50 Tahun

Daerah banjir berada pada titik  pertemuan 2 anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander serta fisiografi-nya berupa tekuk lereng (break of slope), sehingga terjadi akumulasi air dengan volume yang besar.

“Faktor lainnya yaitu beda tinggi hulu-hilir sangat besar, sehingga suplai air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir,” kata Karliansyah.

Apa yang dikemukakan Karliansyah ini sekaligus meluruskan pemberitaan beberapa media yang keliru  menyatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui ada pengurangan luas hutan di Kalimantan dalam 10 tahun terakhir  yang kemudian menyebar di media sosial.

Baca juga: Kemenag Dorong Agar Dana ZIS untuk Bantu Korban Bencana Alam di Sulbar, Kalsel dan Sumedang

Kekeliruan antara lain karena yang dijelaskan   adalah DAS Barito Kalsel, bukan DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan.

Penjelasan lainnya juga perlu diberikan karena analisis yang dilakukan itu,  menggunakan metode analisis kawasan hutan yang  tidak sesuai standard dan tidak dengan kalibrasi menurut metode resmi yang dipakai.

“Kami meluruskan soal ini agar tidak terjadi simpang siur informasi di tengah bencana yang dirasakan masyarakat, sekaligus untuk dapat memberi rekomendasi yang tepat bagi para pengambil kebijakan, khususnya pemerintah daerah dalam mitigasi bencana,” ujar Karliansyah. (*/win)

Berita Terkait

News Update