ADVERTISEMENT

Komunitas Pelukis Passer Baroe: Buat Seniman Tidak Ada Kata Pensiun

Senin, 18 Januari 2021 18:40 WIB

Share
Komunitas Pelukis Passer Baroe: Buat Seniman Tidak Ada Kata Pensiun

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

EKO Bhandoyo salah satu pelukis dan penggagas Komunitas Pelukis Passer Baroe (Komppas) mengungkapkan kisah mengapa dirinya bisa bergabung dengan rekan-rekan sejawatnya.

Eko yang lahir dari keluarga militer, dibesarkan oleh orang tuanya dengan cukup disiplin. Begitu pun ketika memilih jurusan saat ia memasuki masa kuliah. Dirinya harus terima saat ayahnya memilihkan hukum sebagai jurusan kuliah.

Pria kelahiran Surabaya 60 tahun silam ini, merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum STIH Malang angkatan 1986. Meski kuliah hukum, dirinya yang memang sudah hoby melukis, sehingga selalu mengisi waktu luang perkuliahannya dengan membuat kartu ucapan kemudian dijual.

Baca juga: Komunitas Pelukis Passer Baroe, Ikon Lain Kota Jakarta

“Saat itu harga kartu ucapan yang saya buat Rp500. Meski kuliah, uang saya banyak cukup buat beli baju dan jajan dari jual kartu ucapan,” ucapnya kepada Poskota.co.id.

Setelah lulus kuliah, ia pun tidak sama sekali berminat untuk menjalani profesi sesuai apa yang dipelajari. Eko pun berpamitan kepada orang tuanya untuk merantau ke Jakarta seorang diri tanpa tujuan jelas dengan berbekal uang Rp15 ribu. Namun dalam tekadnya ia ingin menjadi pelukis. 

Setelah sampai Jakarta tepatnya di Pasar Minggu, ia terus berjalan dari tempat satu ke tempat lainnya untuk mencari keberadaan perkumpulan pelukis. Setelah sampai di Passer Baroe, di pinggir kali Ciliwung, ia menemukan kelompok pelukis yang sedang membuat kartu ucapan dan tulis indah atau kaligrafi .

“Saat itu di Jakarta ya muter dari Jatinegara ke Melawai terus ke Kota, ya lama-lama uang menipis sampe makan sehari sekali. Cuma makan malam aja. akhirnya sampai ke Passer Baaroe. Di sini mulai kenal sama pelukis dan mulai ikut gabung,” tuturnya.

Setelah menemukan perkumpulan seniman di Passer Baroe, Eko mulai klop dan eksis hingga saat ini. “Berkesenian sampai akhir lah, tidak ada kata pensiun kalau seniman,” ujar Bapak 4 anak tersebut. (yono/yh)

ADVERTISEMENT

Reporter: Yulian Saputra
Editor: Yulian Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT