PERGANTIAN Kapolri itu soal biasa yang jarang di perhatikan oleh sebagian besar publik. Ibaratnya mau diganti atau tidak sih peduli amat.
Soalnya, dari dulupun Kapolri baru rasanya jarang yang berhasil membuat citra polisi menjadi baik dalam pandangan masyarakat.
Apalagi di jaman digital ini. Makin banyak saja prilaku anggota Polri yang bisa direkam dan diedarkan di media sosial.
Di sinilah pentingnya Polri memahami bahwa jaman telah berubah dan tehnologi telah makin maju.
Jika dulu banyak prilaku yang bisa disimpan, sekarang hampir semuanya bisa terungkap bahkan bisa beredar di luar negeri. Citra Polri lalu ditentukan oleh video dan foto yang beredar tersebut.
Dulu, polisi minta uang kepada sopir truk dan angkot hanya bisa dilihat oleh segelintir orang. Tapi baru-baru ini video polisi sedang diberi uang oleh sopir truk dan angkot, telah disaksikan oleh hampir semua kalangan.
Beredar juga video seorang sopir truk sedang memarahi petugas polisi yang konon mengembalikan surat-surat kendaraannya sambil melemparkannya ke tanah.
Sopir itu naik pitam karena merasa polisi sangat menghinanya. Ini peristiwa yang dulu tidak akan pernah terjadi. Dulu mana ada sopir berani memarahi polisi.
Beredar pula, seorang wanita penjual barang kelontong di sebuah pasar sedang marah-marah kepada polisi. Rupanya, polisi itu sedang melaksanakan tugas mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan, dan sedang menasehati pedagang tersebut agar mematuhi peraturan tentang PSBB.
Itupun kejadian yang tidak mungkin terjadi di masa lalu dimana tidak ada seorangpun orang awam yang berani terhadap polisi.
Mengapa warga makin berani terhadap polisi? Karena sekarang telah bersemi semangat kesetaraan atau egalitarianisme. Ini adalah dampak dari kemajuan pendidikan dan perkembangan Tehnologi Informasi. Jangan lupa hp sekarang sudah bisa dimiliki oleh pedagang pasar, pemulung dan petani kecil di kampung.