KATAKAN cinta dengan bunga, itu kuno! Bagi perjaka tua Herman (52), bukti cinta cukup cairan pengepel lantai. Dia minum cairan beracun itu sebelum ketemu Etik (49), janda yang digandrungi. Sayangnya, meski sudah nekad sedemikian rupa, si doi tetap menolak. Untung dalam kondisi teler Herman ditolong orang.
Orang menjadi perjaka tua macam-macam penyebabnya. Bisa tak ada cewek yang mau karena kemiskinannya. Bisa juga tak mau kawin karena getol jadi oposisi dan semua orang dianggap dungu. Ada pula yang karena kadung patah hati, tak ada wanita yang sebaik cewek yang pernah dicintainya. Tapi ada pula tak menikah karena ternyata dirinya pengidap LGBT alias cowok AC/DC, karena pakai listrik bisa, pakai baterai juga oke.
Bagaimana dengan Herman, orang kito Palembang yang merantau di Surabaya ini? Faktor kemiskinan itulah rupanya yang menjadikan dia sebagai bujang lapok. Usia kadung oversek tapi dia punya rudal balistik hanya buat kencing doang! Tapi ya mau bagaimana lagi, sedari muda rejeki tak pernah berpihak padanya, sehingga Sri Rejeki juga ogah menjadi istrinya.
Ironis memang. Banyak orang Jawa merantau ke Palembang dan sukses. Dan orang Palembang merantau ke Jawa juga banyak yang berhasil. Misalnya kakak beradik Tantowi Yahya-Helmy Yahya; kakak Dubes di Selandia Baru, adik sempat jadi Dirut TVRI. Mendagri Tito Karnavian, Ketua KPK Firli Bahuri, juga berasal dari bumi Sriwijaya.
Tapi Herman yang nggak pakai Sawiran (penyiar RRI Palembang tahun 1970-an) ini emang beda! Di Palembang gagal, masuk Surabaya juga gagal! Tak pernah punya pekerjaan tetap, kecuali berpetualang. Walhasil tak ada cewek yang mau dipersuntingnya. Mau dikasih makan apa anak istrinya, jika punya suami tak jelas masa depannya itu.
Dan karena hidup penuh dengan penolakan, hingga sering minum jamu tolak angin, Herman jadi tak peduli akan masa depannya. Asal bisa cari duit untuk makan hari ini, cukuplah. Bagaimana dengan hari tua nanti? Hari tua ya matilah. Masak orang mati nggak ada yang ngubur? Gitu saja kok repot.
Tapi ketika usia sudah kepala lima lewat 2 tahun, Harman mulai sadar bahwa teman hidup itu perlu. Kebetulan di Dukuh Kupang tempat tinggalnya dia punya kenalan janda cukup manis, usia juga hanya terpaut sedikit dengannya. Mulailah Herman mendekati wanita itu, dengan gerak-gerik menawarkan sejuta cinta. Tapi karena pakai masker, sosok bujang lapok itu sendiri tak begitu jelas.
Lama-lama Herman berani kirim WA tanda-tanda deburan asmara. Tapi dia tak berani kirim chat mesum, takut malah jadi buronan polisi. Sialnya, jawaban Etik selalu dingin dan datar saja. Dia tak mehamami bahwa cinta Herman sedalam sungai Musi. Dan ketika kemudian to the point menyatakan cintanya, jawab Etik pendek menukik, “Memangnya cinta bisa dinikmati dengan perut kosong?”
Herman benar-benar di-KO oleh Etik. Kan nggak mungkin dijawab, “Ya sebelum bercinta makan dulu rujak cingur atau nasi lodok ayam.” Dan ketika di WA tak menjawab juga, Herman mulai frustrasi. Dia ingin menemui langsung Etik. Untuk menambah “kekuatan” dia segera minum cairan pengepel lantai, bukannya suplemen.
Herman jalan sempoyongan menuju rumah pemancingan tempat Etik bekerja. Sampai di sana hanya terjadi dialog sebentar, dan kemudian ditinggal si doi. Makin stress Herman. Kembali dia sempoyongan menyusuri jalan raya sampai kemudian limbung dan hampir masuk got. Dia ditolong orang dan dilarikan ke RS Sukodono.
Dalam pemeriksaan Herman mengakui frustrasi karena cintanya tak direspon oleh Etik. Rupanya dia berharap, dengan tekadnya minum cairan pengepel lantai itu, perjalanan cintanya menjadi licin dan mengkilap. Ternyata justru sebaliknya, karena Etik tetap tak memberi sinyal-sinyal positip.