JANJI itu utang! Utang itu harus dibayar. Kalau baca peribahasa tersebut, pasti pikiran melambung kepada soal orang-orang yang suka berutang. Ya, utang uang, utang barang, termasuk janji kalau nggak ditepati juga termasuk utang.
Janji tentu saja banyak diucapkan oleh orang. Paling kecil saja, misalnya orang tua pada anaknya. Naik kelas, juara kelas, juara olah raga dan juara apa saja yang sifatnya baik. Jadi nggak termasuk juara ngibul alias bohong.
Siapa sih yang suka bohong? Ya, banyaklah. Orang-orang gede, pejabat, politikus banyak yang bohong sama rakyat. Misalnya waktu kampanye setiap calon janji; “Kalau Bapak, Ibu pilih saya jadi bupati, walikota, pasti saya akan bikin makmur, sembako murah, barang-barang murah. Dan paling penting kami nggak bakalan potong Bansos! Dan yang nggak kalah pentingnya juga, nggak bakalan korupsi. Kami nggak mau makan barang haram. Dosa!”
Baca juga: Gaduh Terus, Cape Deh!
Tapi, sayangnya begitu jadi pimpinan semua janji dilupakan. Mereka asyik-asyik saja pada diri sendiri, memperkaya diri sendiri. Lupa tuh apa yang harus dilakukan untuk rakyat?
Ada juga janji karena dendam pada lawan politiknya. “Jangan pilih dia, itu keturunan komunis!“
“Ente, nggak bakalan menang. Rakyat sudah nggak percaya sama Ente!” teriaknya.
Baca juga: Satu Belum Hengkang yang Lain Sudah Datang
Malah ada yang bersumpah, penuh dendam; ”Kalau Ente menang. Iris telinga gue!“
Bagaimana jika lawan politiknya menang apakah janji kemarahannya itu akan ditepati? Nggaklah, mana ada yang mau telinganya hilang. Bodoh, tau?
Tapi itu kan janji, janji harus ditepati, kata pepatah yang disebut sebelumnya. Betul, tapi itu kan janji politik, janji-janjian doang. Politik itu kayak syair lagu campur sari; ‘Pagi dele, sore tempe!’
