“SEKARANG lagi pada ribut soal perayaan tahun baru. Biasa, ada yang pro dan kontra. Tapi, biarlah bahwa perbedaan itu kan indah. Kalau nggak beda, nggak seru. Coba, bayangkan deh, kalau semua orang jelek semua, ngomongnya juga ngawur semua, wah nggak jelas deh,” ujar sahabat Bang Jalil dari jarak jauh.
“Tapi kalau ada yang beda, misalnya, ada yang bilang ‘jangan tiup trompet. Tapi, ada yang menyanggah, memang kenapa, trompet, trompet gue. Kok situ yang repot? Nah, kalau sudah begitu dunia ini kan jadi ramai, nggak sepi? Iya apa ya, Ibu, Bapak?” tanya sahabat Bang Jalil.
Bang Jalil hanya mengangguk, maklum dia sendiri nggak pernah niup trompet. Paling anak cucunya yang masih bocah. Ya, sekadar senang-senang, sambil menyalakan kembang api. Itu mereka lakukan tahun baru dan juga Idul Fitri.
Baca juga: Gaduh Terus, Cape Deh!
“Memang kenapa sih nggak boleh niup trompet?” Tanya istri Bang Jalil.
“Trompet itu kata ustaz punya budaya Yahudi!” jawab Bang Jalil, sambil nyeruput kopi pahitnya.
“Setahu Ibu, yang bikin trompet itu orang Bekasi, Bogor dan Tangerang?” kata sang istri.
Baca juga: Ubah Perilaku Menjadi Lebih Baik
Bang Jalil tersenyum. Benar juga kata sang istri. Banyak benda, alat musik, dan tetabuhan lain, yang sangat banyak dimiliki bangsa Indonesia, dan sudah termasuk bagian dari budaya. Kalau mau diurut-urut sebagian besar memang datang dari luar. Orang Betawi, misalnya main musik Tanjidor, itu ternyata terpengaruh dari budaya Belanda?
“Bedug yang ada di masjid itu dari negeri Cina, dan sudah ratusan tahun ada di sini, berbaur dengan budaya setempat. Aman-aman aja, kan?” kata sahabat.
“Ya, sudahlah,pokoknya kalau bisa nggak usah niup trompet!” kata Bang Jalil.