DULU di masa saya kecil di tahun 1950an dan 1960an (akan disebut jaman dulu), tidak ada orang yang berani menaiki sepedanya juga sepeda motornya di halaman rumah orang tanpa permisi. Jika hal itu dilanggar, bisa panjang urusannya.
Sekarang, semua tukang dan penjual sembako, termasuk teman-temannya kemenakan dan cucu enak saja masuk dan keluar rumah sambil mengendarai motornya, malahan kadang-kadang tidak kulonuwun alias tidak menegur sama sekali seolah orangtua yang dilihatnya itu, patung.
Jaman dulu itu tidak akan ada anak muda di Jawa dan Madura yang berani menyilangkan kaki, apalagi mengangkat kakinya jika di depannya sedang ada orang tua atau yang lebih senior. Anak muda sekarang enak saja duduk petangkringan di depan ortu dan mertuanya tanpa permisi.
Seni dan lagu juga mengalami perubahan. Dulu yang disebut tari itu gerakannya gemulai seperti tari Bondan, tari Serimpi dll. Tapi sekarang orang lompat kesana kemari sambil bersalto dengan kepala dibawah disebut dancing alias tarian.
Dulu yang di sebut lagu dan musik adalah yang berirama teratur dengan suara berat dan merdu. Sekarang lagu-lagu anak-anak muda banyak tidak bisa dipahami dan diikuti oleh para orangtua. Soalnya yang kedengaran pada telinga tua hanya suara orang berteriak dan musik berdentam.
Nilai sportifitas dalam persaingan dan nilai keteguhan terhadap prinsip juga berubah. Dulu persaingan dalam pemilu 1955 berlangsung sangat sportif. Tidak ada uang politik (money politics) untuk menyogok pemilih. Tidak ada pemaksaan agar pemilih mendukung partai tertentu.
Pemilu-pemilu belakangan ini memang berlangsung memilukan. Soalnya banyak sogok malahan juga pemalsuan dukungan. Akibatnya yang kalah bisa jadi menang dan sebaliknya.
Banyak tokoh politik sekarang ini mulai tidak teguh memegang prinsip dan ideologinya. Pokoknya jika dilihat posisi lawannya lebih menguntungkan bagi dirinya, mereka tidak segan pindah partai atau menjadi bawahan dan pendukung orang yang sebelumnya mereka jadikan lawan politik.
Ibarat menjilat ludah sendiri, semua hal yang dulu mereka kritik, sekarang ditelannya belaka. Yang penting, mereka diberi jabatan. Soal apakah pendukung setia mereka kecewa dan sakit hati, tidak lah dijadikan pikiran.
Tentu sikap cuek seperti itu tidak ada pada jaman dulu. Politisi jaman dulu sangat konsisten dengan pendirian dan ideologi politiknya. Mereka bisa saling kritik dengan lawan politik mereka melalui ucapan dan tulisan tapi tetap ber sahabat di luar gelanggang politik.
Kisah yang terkenal adalah saling kecam antara Mohammad Natsir (Partai Masyumi) dengan I.J. Kasimo (Partai Katholik) di dalam parlemen. Namun di luar Parlemen mereka tetap bersahabat dengan baik.