JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menanggapi soal percobaan bunuh diri yang dilakukan SSA, wanita pembantu rumah tangga (PRT), di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) halte busway Cawang-Otista, Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (25/12/2020).
Wanita 24 tahun itu nekat ingin mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari JPO tersebut. Beruntung, rencana nekatnya dibatalkan setelah warga dan polisi setempat berhasil membujuknya untuk turun dari jembatan.
Dari keterangan polisi diketahui, wanita PRT itu mengalami depresi lantaran empat bulan tak mendapatkan gaji dari majikannya. Ia lantas kabur dari rumah majikannya di kawasan Bekasi dan berencana pulang ke kampung halamannya, Pekalongan, Jawa Tengah.
Namun karena tak memiliki ongkos ia memilih aksi nekat dengan mencoba bunuh diri.
Baca juga: Wanita Nekat Bunuh Diri di JPO Cawang Ternyata PRT yang Tak Digaji Majikan 4 Bulan
Menanggapi itu, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel melihat ada dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan sang majikan terhadap SSA. Majikan yang tidak membayar gaji PRT-nya, menurut Reza, bisa dianggap sebagai bentuk perlakuan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Jangan lupa, PRT termasuk pihak yang dicakup dalam UU Penghapusan KDRT. Jadi, polisi bisa cermati pasal-pasal dalam UU tersebut untuk mempidana majikan yang abai akan tanggung jawabnya,” ujar Reza, saat dihubungi Poskota.co.id, Jumat (25/12/2020) malam.
Diakui Reza, sikap sang majikan tersebut sangat mungkin menjadikan korban depresi. Bisa jadi tunggakan gaji selama empat bulan telah membuat PRT itu mengalami cedera psikis yang serius.
“Sampai mau bunuh diri, sebutlah depresi, merupakan pertanda cedera psikis yang serius. Jadi, masalah semacam ini bisa dinarasikan sebagai KDRT dengan pelaku majikan dan korbannya adalah PRT yang sampai mengalami guncangan psikis serius,” imbuhnya.
Baca juga: Miris! Wanita Ini Nekat Ingin Bunuh Diri Lompat dari JPO Cawang karena Alasan Sepele
Lebih lanjut Reza menambahkan, lantaran tidak membayarkan gaji terhadap PRT, majikan SSA tersebut dapat dijerat pasal berlapis. “Bisa dikenakan pasal berlapis dengan UU TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Ini diangkat ketika perlakuan seperti yang dialami PRT itu bisa dipandang sebagai bentuk eksploitasi,” pungkasnya.