ADVERTISEMENT

Ray Rangkuti Sebut Reshuffle Besar-besaran Tak Guncang Stabilitas Pemerintah, Jokowi Tak Perlu Mematok Hari

Selasa, 22 Desember 2020 15:18 WIB

Share
Ray Rangkuti Sebut Reshuffle Besar-besaran Tak Guncang Stabilitas Pemerintah, Jokowi Tak Perlu Mematok Hari

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Pengamat politik Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu mematok pengangkatan atau reshuffle kabinet pada hari Rabu, (23/12/2020) besok.

“Bagus tidaknya anggota kabinet bukan pada hari apa mereka dilantik, tapi sejauh apa pengalaman, pengetahuan dan kemampuan mereka. Oleh karena itu, tanggal atau hari tidak perlu menjadi pertimbangan khusus dalam hal mereshuffle kabinet. Presiden sudah berulangkali mereshuffle kabinet pada waktu-waktu tertentu, tapi hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan,” kata Ray, Selasa (22/12/2020).

 Ray menilai, ada kemungkinan reshuffle kali ini dilakukan dengan besar-besaran. Mengganti 5 atau 6 anggota kabinet, bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan berdampak kegoncangan stabilitas pemerintahan.

“Selain pergantian, reposisi anggota kabinet juga sangat mungkin dilakukan. Tentu, selain 2 kursi kabinet yang kosong, anggota kabinet lain juga perlu dipertimbangkan untuk direshuffle. Antara lain menteri kesehatan, agama, Hukum dan HAM. 3 menteri ini sudah dirasakan kurang pas pada posisi mereka masing-masing,” ucapnya.

 Ray mengataan, kita tetap perlu mengingatkan bahwa presiden sebaiknya tidak terpaku pada soal wakil partai. Pada faktanya, hampir semua menteri pak Jokowi yang berurusan dengan masalah hukum karena korupsi atau dugaan korupsi dan suap adalah menteri dari partai.

Lebih dari cukup jadi pelajaran bagi presiden betapa rentan anggota kabinet dari partai ini termakan suap atau korupsi. Jangan sampai presiden Jokowi dicatat sebagai presiden yang paling banyak mengirim anggota kabinetnya ke penjara karena dakwaan korupsi, suap atau gratifikasi.

“Cukup sudah ada 2 menteri pada priode pertama, dan kini 2 menteri tengah menghadapi kasus hukum di KPK. Oleh karena itu, ini saat yang tepat bagi presiden untuk mengembalikan posisi anggota kabinet bagi professional non partai,” ucpanya.

Khususny, lanjut Ray,  di kursi kabinet yang mengelola dana APBN yang besar. Seperti KKP, Menkes, atau lainnya. Komposisi kabinet dengan mayoritas wakil partai, faktanya, lebih banyak membuat presiden berkeluh kesah. Dalam dua periode kekuasaannya, setidaknya sudah 3 kali presiden mengungkapkan keresahannya atas kinerja anggota kabinet yang dirasa lambat dalam hal, khususnya, merespon pandemi Covid19.

“Tentu, selain memprioritaskan anggota kabinet non partai, presiden juga harus menghindari anggota kabinet yang memiliki masalah hukum, atau potensial memiliki masalah hukum. Dalam hal ini, presiden harus benar-benar mencari informasi yang cukup untuk memastikan bahwa mereka yang akan dipilih akan terbebas dari kemungkinan persoalan hukum di masa yang akan datang,” jelasnya.

 Tapi di atas itu semua, ucapnya,  presiden harus membuat mekanisme pengawasan atas perilaku dan kinerja anggota kabinetnya dari masyarakat.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT