Tanggap Darurat Bersama

Kamis 17 Des 2020, 07:00 WIB

Oleh: H. Harmoko

KITA sering mendengar isitilah atau doktrin bahwa NKRI adalah harga mati. Kata ini mengajarkan kepada kita bahwa NKRI tidak bisa diutak- atik lagi.

Sekali NKRI tetap NKRI. Tak ubahnya kata perjuangan " Sekali merdeka, tetap merdeka".

Dan, kita tahu hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia adalah berdirinya suatu negeri yang bebas merdeka, bebas dari kekuasaan asing. Sebuah negeri yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebuah negara kesatuan yang semula bercerai berai menjadi kesatuan yang utuh, manunggalnya beragam perbedaan baik suku, agama, ras, golongan,  adat istiadat dan budaya dalam wujud Bhinneka Tunggal Ika.

Para pendiri negeri pun telah menekankan pentingnya persatuan bangsa yang dilegalkan dalam dasar negara kita, yakni Pancasila.

Tak kurang Bung Karno, sang proklamator telah berpesan kepada generasi penerus bangsa lewat pernyataannya "Negara ini, Republik Indonesia, bukan milik kelompok manapun, juga agama, atau kelompok etnis manapun, atau kelompok dengan adat dan tradisi apa pun, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!”

Ya, milik kita semua, milik kita bersama. Artinya kewajiban kita bersama untuk merawat dan menjaganya. Merawat agar NKRI tetap kokoh dan kuat. Menjaga negeri kita jangan sampai tergoyahkan, baik persatuan dan juga kesatuannya.

Menjaga berarti pula meniadakan sesuatu atau beberapa hal yang dapat mengusik atau merusak persatuan. Mencegah perilaku perbuatan yang dapat memunculkan perpecahan dan pertikaian sesama anak bangsa.

Mencegah munculnya kata dan perilaku perbuatan yang dapat mengganggu kerukunan antar -umat,  antar-kelompok, antar-pengikut -simpatisan dan antar anak negeri satu dengan lainnya.

Perbedaan memang tidak terhindarkan karena masyarakat Indonesia adalah majemuk, penuh aneka keragaman.
Bahkan, perbedaan adalah dinamika menuju kemajuan.

Hanya saja kemajuan akan didapatkan jika perbedaan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat dengan mengedepankan kepentingan bersama, bukan kehendak pribadi atau golongan.

Selama ego kelompok masih menjadi pijakan dalam bersikap, maka mustahil keselarasan dan keserasian dalam kehidupan bermasyarakat akan dapat ditemukan. Justru yang akan kita dapatkan kemudian adalah munculnya keberpihakan, ketersinggungan dan perseteruan yang merupakan embrio besar perpecahan.

Di era sekarang ini, di saat negeri sedang menyelesaikan beragam problema, sangat dibutuhkan sikap tanggap darurat bersama. Bukan tanggap atas kepentingan pribadi, kelompok, golongan, simpatisan atau komunitas baik di dunia maya maupun nyata.

Cairkan ego masing- masing kelompok, bekukan dalam bingkai kebersamaan, demi kepentingan yang lebih luas lagi, bangsa dan negara.

Mari kita mulai dari kelompok kita sendiri, apa pun kelompok atau komunitas itu. (*)

Berita Terkait

Pandai Membaca Keadaan

Kamis 14 Jan 2021, 07:00 WIB
undefined
News Update