JADI preman model Kenthus (27), ternyata begitu mudah cari uang di Surabaya. Di setiap lampu merah dia nyatroni wanita pengemudi mobil sambil pamer “burung” miliknya. Karena risih, para korban memberinya uang lumayan banyak. Dalam sehari Kenthus dapat Rp 450.000,- meski berakhir di penjara.
Grup WA di medsos menjadi ajang pameran yang sering over dosis. Masak masalah pribadi ditonjol-tonjolkan. Habis wisata ke sana ke sini, habis makan di restoran ini itu. Bahkan puasa sunah tiap Senin dan Kamis pun diceritakan dengan bangganya. Padahal itu sudah termasuk bagian dari riya. Anggota grup suka lupa bahwa tak semuanya seiman atau beragama yang sama.
Tapi Kenthus dari Surabaya ini sifat pamerannya lain lagi. Bukan soal pamer kekhusyukan ibadah atau mampu makan enak di restoran, tapi jutru memamerkan “burung” miliknya di depan publik. Padahal masalah burung yang dibahasakan untuk anak-anak sebagai “titit” itu merupakan aurat, wilayah rahasia yang hanya bisa dilihat oleh pihak-pihak tertentu yang dilindungi badan hukum.
Sudah sering terjadi, anak muda iseng ditangkap polisi karena mengintip gadis mandi, atau sengaja merekam orang mandi pakai HP. Tapi di Pengadilan paling-paling terdakwa kena pasal 281 ke-1 KUHP yaitu kejahatan terhadap kesusilaan yang berbunyi: “Dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.000,-: barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum.”
Dan Kenthus warga Surabaya tak peduli dengan pasal-pasal itu. Alasannya, dia tak berusaha melihat kelamin orang lain, tapi justru dirinya dengan suka rela dan tulus ikhlas memamerkan kelamin sendiri untuk dilihat orang lain. Dalam ilmu jiwa, perilaku kelainans eks seperti itu disebut eksibisionis.
Mungkin Kenthus memang penderita kelainan seks itu. Tapi yang jelas, kelainan tersebut justru menjadi “berkah” untuk dirinya yang punya profesi sebagai preman kampung. Dan karena “kelebihan”-nya itulah, justru Kenthus punya take home pay (baca: penghasilan) lumayan besar untuk ukuran rakyat jelata.
Di lampu-lampu merah kota Surabaya, misalnya: Jalan HR Muhammad, Mayjen Sungkono, Jalan Lidah Kulon, Jalan Kutai dan Jalan Raya Babatan; dia suka mendekat pengendara mobil yang menunggu lampu merah. Jika pengemudianya wanita, langsung dia minta uang secara kasar. Biar hanya diberi Rp 2.000,- dia menolak dengan cara membuka resleting celana dan meluncurkan “burung” miliknya mak gedabel. Risih dan jijik kelakuan pelaku, maka korban pun melemparkan uang ada yang Rp 20.000,- bahkan Rp 50.000,-
Begitu gampang cari uang di Surabaya, Kenthus jadi ketagihan. Asal ketemu pengemudi wanita langsung beraksi. Dan ternyata selalu manjur, sehingga dalam sehari dia mampu mengumpulkan uang sampai Rp 450.000,- bersih tanpa kena Pph 15 persen. Padahal mestinya Kenthus kena Pajak Tontonan.
Tapi tak selamanya mulus kelakuan Kenthus. Ketika dia beraksi di areal perkiran mobil Ranch Market Jalan Yono Suwono, Babatan, Wiyung, kena batunya! Wanita yang menjadi korban. Seorang korban wanita lapor polisi dan akhirnya Kenthus jadi urusan polisi. Dalam sidang di PN Surabaya beberapa hari lalu, Kenthus dijatuhui hukuman penjara selama 11 bulan,
Burung kok dipamer-pamerkan, makanannya belalang apa kroto? (BJ/Gunarso TS)