JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengatakan, Presiden Jokowi perlu mengingat kembali bahwa pada hakikatnya, kekuasaan harus digunakan sebagai instrumen untuk mewujudkan visi Indonesia mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebagaimana visi tersebut termaktub dalam Pembukaan UUD NKRI 1945. Karenanya, seluruh kebijakan pembangunan harus konkruen dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
"Poin yang tak kalah penting adalah mempercayakan jalannya pemerintahan kepada orang-orang yang tidak hanya kompeten tetapi konsisten terhadap visi Indonesia dan memiliki komitmen kuat memperjuangkan Trisakti; berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan," kata Karyono saat dihubungi, Senin (7/12/2020).
Baca juga: 2 Menteri Jokowi Terseret Korupsi, Pengamat Soroti Proses Pemilihan Kabinet Indonesia Maju
Dengan tertangkapnya dua menteri dalam dua pekan ini, beber Karyono, bisa menjadi momentum untuk melakukan reshuffle atau mengocok ulang komposisi kabinet. Jika tidak, maka kepercayaan publik akan terus menurun.
"Upaya melakukan reshuffle ditujukan untuk memperbaiki performa pemerintahan. Reshuffle merupakan hal biasa. Sama seperti yang dilakukan Presiden Jokowi pada periode pertama," kata peneliti senior IPI ini.
"Sehingga tak perlu khawatir karena presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri. Reshuffle menteri tidak akan menimbulkan turbulensi asalkan tetap memperhatikan keseimbangan kekuatan (balance of power)," ucapnya.
Baca juga: Alpha Mendorong Penerapan Hukuman Mati kepada Pelaku Korupsi di Kemensos
Kriteria menteri yang perlu diganti yaitu menteri-menteri yang kinerjanya buruk meskipun tidak bermasalah dalam soal korupsi.
"Kemudian, reshuffle fokus pada menteri-menteri yang sudah menjadi tersangka korupsi dan menteri yang memiliki potensi masalah dalam soal korupsi dan penyimpangan lainnya," tutupnya. (rizal/tha)