Sang kakek menjelaskan. Semua orang pasti ingin hidup serba ada, serba berkecukupan tanpa kekurangan.
Ingin banyak harta, banyak ilmu, banyak teman, banyak memiliki perusahaan, banyak jabatan dan kekuasaan. Memiliki banyak pengaruh tak hanya di keluarga, lingkungan sekitarnya, juga lingkungan yang luas cakupannya.
Itu sah - sah saja sepanjang mampu melakukannya. Tidak ada yang salah.
Yang salah jika semua itu menjadi tujuan hidupnya. Melakukannya dengan berbagai cara untuk mendapatnya, meski harus menyingkirkan orang lain secara keji.
Menekan, mengancam, menakuti orang lain dengan pengaruhnya, kekuasaannya, jabatannya, dengan hartanya, dengan status sosial ekonomi yang melekat pada dirinya.
Jika tertutup peluang untuk menekan orang lain, cara lain pun akan dilakukan meski dengan mengambil hak orang lain, menciptakan kolusi dan korupsi, dengan satu tekad meraih apa yang menjadi obsesinya, kepentingan dirinya, tujuan hidupnya.
Perilaku semacam ini jelas - jelas menghambat kemajuan. Sangat bertentangan dengan falsafah hidup bangsa, utamanya sila kelima Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Yang berarti menghalang - halangi upaya mewujudkan masyarakat adil makmur, makmur berkeadilan sebagaimana cita - cita sejak negeri ini didirikan.
Cukup beralasan jika para leluhur kita sejak awal mengajarkan untuk hidup sakmadyo. Hidup yang selalu merasa cukup, banyak bersyukur terhadap apa yang didapat.
Ada pitutur luhur Sunan Kalijaga yang patut menjadi pegangan hidup kita.
“Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan, lan kemareman."
Yang artinya "Jangan terkukung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan (memiliki harta), dan kepuasan duniawi.”