JAKARTA - Pengakuan Irjen Napoleon Bonaparte yang menyebut ada "restu" Kabareskrim dalam kasus Tjoko Candra dinilai tidak rasional dan menyesatkan.
"Kami melihat pengakuan itu menyesatkan dan sangat diragukan. NB mengaku TS dapat restu dari Kabareskrim. Sedangkan TS sendiri tidak pernah mengaku mendapatkan restu,” ungkap Dr Edi Hasibuan, pakar hukum pidana Universitas Bhayangkara Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), pihaknya meminta semua pihak berhati-hati melihat kasus ini dan harus bijak melihat pernyataan NB.
Baca juga: Direktur Lemkapi Minta Polri Tegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Edi juga melihat pernyataan ini sangat politis dan menyesatkan. Apalagi saat ini, Lembaga melihat Kabareskrim adalah salah satu calon Kapolri.
"Kami melihat isu Tjoko djandra sengaja digoreng untuk menurunkan elektabilitas," tambah pemerhati kepolisian ini.
Mantan anggota Kompolnas ini menambahkan, pihaknya tidak yakin atas pengakuan tersebut. Sama sekali tidak ada fakta hukum atas pengakuan NB. Apalagi Kabareskrim sejak awal menangani kasus Djoko Tjandra ingin perkaranya diambil alih KPK.
Polri sendiri melihat semua pengakuan NB tidak ada dalam BAP. Itu muncul dalam persidangan. Dirinya ragu isu tersebut sengaja disampaikan dalam persidangan dengan motif tertentu.
NYALI BESAR
Edi melihat, jika saja Kabareskrim ada keterkaitan dengan kasus Djoko Tjandra seperti yang disampaikan NB, Edi Hasibuan yakin Kabareskrim tidak akan berani membongkar kasus ini dan memproses dua Pati polri aktif dengan tegas.
"Logikanya, mana mungkin Kabareskrim berani bongkar, kalau dia sendiri terkait. Apalagi kasus ini terus dalam supervisi KPK. Itu namanya bunuh diri," tambah doktor ilmu hukum ini.
Sejauh ini, pihaknya melihat komitmen Kabareskrim sangat jelas dan tegas berani memproses Pati Polri yang masih aktif. “Kami melihat ini sungguh suatu nyali yang besar," tambahnya. (tiyo/tha)